Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Jalan Tol
4
Suka
15,842
Dibaca

Ipau sangat senang ada jalan tol di pulaunya. Setiap di warung Julak Mahmud, itu-itu saja bahasannya. “Pertama di pulau ini. Hebat kan,” ucap Ipau disambut anggukan-anggukan lelah. “Tapi, nanti bis-bis itu ndak laku Pau?” tanya Daeng Sanusi. “Lain jalur itu. Jalan ini bisa bikin kita tembus ke mana-mana. Cepat.” Sementara yang lain masih mencerna, Ipau bersuara lagi. “Ndak susah lagi Daeng antar istri berobat. Bisa Pak Yanto bolak-balik tiap hari berdagang di ibu kota. Julak Mahmud bisa datangin anaknya yang kuliah, biar warungnya kita yang jaga.” Kelakar Ipau dibalas tengokan gelisah Julak Mahmud yang sedang mengaduk kopi. “Kapan diresmikan jalan tol itu Pau? Ndak sempat aku baca berita. Kalian aja sumber beritaku.” “Tahun depan diresmikan langsung bisa dipakai Julak. Keren kan,” ujar Ipau bangga. “Berapa kita bayar tol nanti Pau?” tanya Pak Yanto menyeruput kopi. “Bah. Memangnya jalan di kampung, harus sumbangan? Ndaklah. Pemerintah yang bikin. Kita tinggal lewat aja,” balas Ipau.

Saking bangganya, dikabari keluarga mamaknya yang masih hidup di provinsi tetangga. “Tapi, buat mamak di sini, apa gunanya, Pau ?” Ipau tidak mau kalah. “Pokoknya kita harus bangga aja dulu, Mak. Pulau kita sekarang sudah maju.”

Ajakan bangga itu, ia tularkan pula ke ibu-ibu yang membeli pentolnya. “Sama-sama jalan beraspal, apa bedanya sih?” tanya seorang ibu. “Lebih lebar Bu. Lebih mulus jalannya,”jawab Ipau yakin.  “Berapa harus bayar tol nanti?” tanya ibu lain. “Wah, ndak bayar. Memangnya Ibu, pas kemarin bikin jalan, minta sumbangan ke mana-mana,” balas Ipau disambut tawa ibu-ibu.

Tapi, dua hari berikutnya di warung Julak Mahmud, Ipau menjadi pendiam. “Pau, betulkah nanti Presiden yang resmikan tol?” tanya Julak Mahmud. “Ikut nanti Pau. Selpih yang banyak kau sama Presiden,” kata Daeng Sanusi. Ipau hanya mengambil Hpnya dan langsung bercakap-cakap dengan perempuan tua. “... iya Mak. Baru tahu Ipau.” Ipau pun mematikan Hpnya. Pa Yanto segera mengambil pundak Ipau. “Sudah. Mudah-mudahan kita bisa beli mobil biar bisa lewat tol.” Di pikiran Ipau yang ruwet, suara ibu pembeli pentolnya terngiang lagi, “Duh, Om Ipau, kurang baca nih. Lewat tol itu bayar, motor bututmu mana bisa masuk. Jualan pentol di pinggiran tol juga nggak boleh. Lagian baru punya jalan tol satu aja bangga. Aku sering lewat tol, biasa aja.”

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Skrip Film
Manzilah Cinta (Sebuah Skenario Film)
Imajinasiku
Flash
Jalan Tol
lidhamaul
Flash
Bahagia Bukan Hanya Soal Rasa (surat 2)
Lail Arahma
Cerpen
Trilogi Imaji: Sidai
aicxyx
Cerpen
Kisah Andini
Duna Izm
Skrip Film
BUNGA TERAKHIR
Mutiaranuraenialfaruk
Skrip Film
Kekasih Halu Jadi Nyata (Skrip)
sapriani
Flash
Bronze
Epitaf
B12
Cerpen
Singkong kakek
Muhammad Arif Rizqi
Cerpen
Bronze
RASA YANG TERSEMBUNYI
Christin Meirdhika
Cerpen
Bronze
Aku Ingin Mengajakmu Bercinta Hingga Planet Terjauh
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Novel
Bronze
Batu Selomita
YOHS SUWONDO
Flash
Apa kabar ayah hari ini?
Syaif Cahyo
Novel
Orang-Orang Bahagia
Tria Ayu K
Flash
Bronze
Kumerindu
Gia Oro
Rekomendasi
Flash
Jalan Tol
lidhamaul
Cerpen
Empat Babak Menuju Kenyamanan
lidhamaul
Novel
Delmina dan Sang Pembaca
lidhamaul
Flash
Pergaulan Bebas
lidhamaul