Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
10
Suka
5,515
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bahkan saat kakinya benar-benar menginjak lantai mengilap itu, Tawi masih tak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya. Lelaki itu hanya melongo, mengagumi gedung megah di hadapan. Sejak awal Tawi sebenarnya sudah mempersiapkan diri. Dia pilih pakaian yang paling pantas. Yakni kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan. Rambutnya pun sudah dioles minyak. Tawi necis. Namun, siapa sangka hatinya malah mabuk dan kini terbengong di teras gedung megah.

Ketika angin tengah malam berembus, Tawi terkokol. Dia sedot ingus masuk kembali ke dalam tubuh. Kemudian Tawi amati gedung megah itu sekali lagi, kali ini tanpa terbengong. “Di sinilah aku sekarang, di teras mal besar, tepat di depan bangunan beton yang tiap hari dipenuhi pendar lampu warna-warni.” Ya, wajahnya bercerita demikian. Itu sebagai bukti pengukuhan hatinya.

Dia dengan santai merebahkan dirinya. Sarung yang diselempangkan di bahu kiri dijadikan selimut. Angin malam berembus lagi, tetapi Tawi tidak terkokol. Tawi lelap, tidur di teras mal besar.

Esoknya Tawi tahu-tahu dirubung orang banyak. Malah, orang-orang yang tak punya hajat ke mal menepikan kendaraannya sekadar ikut bergerombol. Mereka berbisik-bisik, saling bertanya apa dan mengapa. Kerumunan itu makin riuh hingga mengagetkan Tawi. Entahlah, Tawi spontan melirik wajah-wajah di situ. Memang tak semua, tetapi yang sebagian itu sudah cukup memberi jawab. Wajah mereka keruh dan berkerut, sungguh tak enak dalam pandangan Tawi.

Dan kini Tawi membandingkan dirinya sendiri. Kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan nyatanya tidak sebagus kemeja orang yang hendak berekreasi. Bahkan tidak lebih bagus dari kemeja orang kantoran. Apalagi rambutnya yang dioles minyak rupanya terlihat bodoh untuk ukuran dirinya. Maka Tawi menyelempangkan sarungnya, buru-buru hengkang sambil menaruh senyum pahit.

Lelaki itu kembali mengayuh becak. Dia berhaluan ke selatan, ke arah pemukiman liar pinggir sungai. Senyum pahitnya belum juga luruh. Padahal, saban hari Tawi melewati gedung megah itu, menaik-turunkan penumpang di depannya, tetapi kini Tawi memantapkan hati untuk tidak lagi ke sana. Ya, orang sepertinya sudah boleh bergembira meski cuma memandang gedung itu dari kejauhan.

 

Malang,

8 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bukan Cuma Hujan, Langit Pun Menghujam Malam Ini
Annisa Adinda
Flash
Kapan Aku Bangun?
Sena N. A.
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Cerpen
Bronze
Aku Waria, Aku Juga Manusia
Abdi Husairi Nasution
Novel
Gold
Alive
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Hari Raia
Dinda Anggita Putri
Novel
Gold
PCPK Move On
Noura Publishing
Novel
Bronze
Cinta Tapi Beda
Khairul Azzam El Maliky
Flash
Perang Terbuka
Berkat Studio
Cerpen
Nostalgia 5 Langkah
Puan Purnama
Novel
Bronze
Anak kolong
Eko Hartono
Novel
Bronze
Never Same
Sabelia
Cerpen
Dunia Sang Penjelajah
Elysiaaan
Novel
Bronze
Kabel Ingatan
F Daus AR
Novel
Bronze
LINA PRAMESWARI
Raden Dwi Rendra
Rekomendasi
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Novel
Karat Rangka Karat Nyawa
Neo Hernando
Novel
Seduhan Tanah Pekarangan
Neo Hernando
Flash
Kakek Warsum Mencari Tajin
Neo Hernando
Flash
Mata Seorang Pemungut Sampah
Neo Hernando