Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
10
Suka
18,087
Dibaca

Bahkan saat kakinya benar-benar menginjak lantai mengilap itu, Tawi masih tak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya. Lelaki itu hanya melongo, mengagumi gedung megah di hadapan. Sejak awal Tawi sebenarnya sudah mempersiapkan diri. Dia pilih pakaian yang paling pantas. Yakni kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan. Rambutnya pun sudah dioles minyak. Tawi necis. Namun, siapa sangka hatinya malah mabuk dan kini terbengong di teras gedung megah.

Ketika angin tengah malam berembus, Tawi terkokol. Dia sedot ingus masuk kembali ke dalam tubuh. Kemudian Tawi amati gedung megah itu sekali lagi, kali ini tanpa terbengong. “Di sinilah aku sekarang, di teras mal besar, tepat di depan bangunan beton yang tiap hari dipenuhi pendar lampu warna-warni.” Ya, wajahnya bercerita demikian. Itu sebagai bukti pengukuhan hatinya.

Dia dengan santai merebahkan dirinya. Sarung yang diselempangkan di bahu kiri dijadikan selimut. Angin malam berembus lagi, tetapi Tawi tidak terkokol. Tawi lelap, tidur di teras mal besar.

Esoknya Tawi tahu-tahu dirubung orang banyak. Malah, orang-orang yang tak punya hajat ke mal menepikan kendaraannya sekadar ikut bergerombol. Mereka berbisik-bisik, saling bertanya apa dan mengapa. Kerumunan itu makin riuh hingga mengagetkan Tawi. Entahlah, Tawi spontan melirik wajah-wajah di situ. Memang tak semua, tetapi yang sebagian itu sudah cukup memberi jawab. Wajah mereka keruh dan berkerut, sungguh tak enak dalam pandangan Tawi.

Dan kini Tawi membandingkan dirinya sendiri. Kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan nyatanya tidak sebagus kemeja orang yang hendak berekreasi. Bahkan tidak lebih bagus dari kemeja orang kantoran. Apalagi rambutnya yang dioles minyak rupanya terlihat bodoh untuk ukuran dirinya. Maka Tawi menyelempangkan sarungnya, buru-buru hengkang sambil menaruh senyum pahit.

Lelaki itu kembali mengayuh becak. Dia berhaluan ke selatan, ke arah pemukiman liar pinggir sungai. Senyum pahitnya belum juga luruh. Padahal, saban hari Tawi melewati gedung megah itu, menaik-turunkan penumpang di depannya, tetapi kini Tawi memantapkan hati untuk tidak lagi ke sana. Ya, orang sepertinya sudah boleh bergembira meski cuma memandang gedung itu dari kejauhan.

 

Malang,

8 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Skrip Film
Kubayar Pelangi dengan Hujanmu (Skrip)
Anis Maryani
Flash
Putri Cantik
Nasyafaav
Flash
Bronze
Rindu di Awal November
Lirin Kartini
Cerpen
Sekeping Waktu
B12
Cerpen
Hidup akan terus berjalan, bukan?
Nadiyaaa
Novel
Way back home
dilaja
Flash
Bronze
KOMPAS
Riswandi
Flash
Tegar!!
pelantunkata
Cerpen
Bronze
I B U
Yuli Harahap
Cerpen
Bronze
Sebuah Sampah
Titin Widyawati
Cerpen
Jika Kamu Menjadi Aku
Muyassarotul Hafidzoh
Novel
Bronze
REMINISCENCE ELEGY
mahes.varaa
Skrip Film
FATIMAH
Ahmad ridho sopan setia
Skrip Film
2016
RF96
Rekomendasi
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Novel
Seduhan Tanah Pekarangan
Neo Hernando
Flash
Kakek Warsum Mencari Tajin
Neo Hernando
Flash
Mata Seorang Pemungut Sampah
Neo Hernando