Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
10
Suka
16,794
Dibaca

Bahkan saat kakinya benar-benar menginjak lantai mengilap itu, Tawi masih tak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya. Lelaki itu hanya melongo, mengagumi gedung megah di hadapan. Sejak awal Tawi sebenarnya sudah mempersiapkan diri. Dia pilih pakaian yang paling pantas. Yakni kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan. Rambutnya pun sudah dioles minyak. Tawi necis. Namun, siapa sangka hatinya malah mabuk dan kini terbengong di teras gedung megah.

Ketika angin tengah malam berembus, Tawi terkokol. Dia sedot ingus masuk kembali ke dalam tubuh. Kemudian Tawi amati gedung megah itu sekali lagi, kali ini tanpa terbengong. “Di sinilah aku sekarang, di teras mal besar, tepat di depan bangunan beton yang tiap hari dipenuhi pendar lampu warna-warni.” Ya, wajahnya bercerita demikian. Itu sebagai bukti pengukuhan hatinya.

Dia dengan santai merebahkan dirinya. Sarung yang diselempangkan di bahu kiri dijadikan selimut. Angin malam berembus lagi, tetapi Tawi tidak terkokol. Tawi lelap, tidur di teras mal besar.

Esoknya Tawi tahu-tahu dirubung orang banyak. Malah, orang-orang yang tak punya hajat ke mal menepikan kendaraannya sekadar ikut bergerombol. Mereka berbisik-bisik, saling bertanya apa dan mengapa. Kerumunan itu makin riuh hingga mengagetkan Tawi. Entahlah, Tawi spontan melirik wajah-wajah di situ. Memang tak semua, tetapi yang sebagian itu sudah cukup memberi jawab. Wajah mereka keruh dan berkerut, sungguh tak enak dalam pandangan Tawi.

Dan kini Tawi membandingkan dirinya sendiri. Kemeja batik yang hanya dipakai satu-dua kali untuk pergi hajatan nyatanya tidak sebagus kemeja orang yang hendak berekreasi. Bahkan tidak lebih bagus dari kemeja orang kantoran. Apalagi rambutnya yang dioles minyak rupanya terlihat bodoh untuk ukuran dirinya. Maka Tawi menyelempangkan sarungnya, buru-buru hengkang sambil menaruh senyum pahit.

Lelaki itu kembali mengayuh becak. Dia berhaluan ke selatan, ke arah pemukiman liar pinggir sungai. Senyum pahitnya belum juga luruh. Padahal, saban hari Tawi melewati gedung megah itu, menaik-turunkan penumpang di depannya, tetapi kini Tawi memantapkan hati untuk tidak lagi ke sana. Ya, orang sepertinya sudah boleh bergembira meski cuma memandang gedung itu dari kejauhan.

 

Malang,

8 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Novel
EPILOG: Abhakalan
Manusia Purba
Novel
Bronze
Love And Try It
Jimin Sesungki
Novel
Ruang Kelabu
Fey Hanindya
Cerpen
Bronze
Sometimes Not Lucky Wasn't Really Bad
Herumawan Prasetyo Adhie
Novel
When The Darkness Becomes To The Light
Agid Zoe
Skrip Film
Penyulam Harapan
Neza
Novel
Bronze
CERMIN DARI TIMUR
Greace Lee Mayer Ectas Latul
Novel
Gold
Story of Volley Club
Mizan Publishing
Novel
Terbakar Delusi
Tiwi Kasavela
Cerpen
Bronze
Eksekusi Mati Sukarti
Sri Wintala Achmad
Cerpen
Little Star House
AsRa_PK
Novel
The Space Between Us
Syifa Amalia
Novel
Turn Back Heart
siti nurfaidah
Novel
Bronze
Akankah Esok Berubah Cerah?
Achmad Biondi Adiyarta
Rekomendasi
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando
Flash
Kakek Warsum Mencari Tajin
Neo Hernando
Novel
Seduhan Tanah Pekarangan
Neo Hernando
Flash
Mata Seorang Pemungut Sampah
Neo Hernando