Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Banyak yang mengatakan jika masa SMA adalah masa yang paling indah, masa dimana para remaja menemukan jati diri, memiliki banyak teman dan merasakan indahnya jatuh cinta.
Memang benar ungkapan itu, karena aku juga merasakannya, mempunyai banyak teman, menemukan banyak pengalaman, begitu pun dengan Cinta.
Tapi Cintaku mungkin tak seberuntung yang lainnya, kadang aku iri mendengar cerita cinta temanku yang semulus jalan tol.
Kisahku berbeda, saat sekat membatasinya. Terkadang aku bertanya, salah kah jika aku mencintai sahabatku sendiri? Bisakah aku meruntuhkan batas diantara kami. Tentu jawabannya tidak, karena cinta yang aku harapkan hanya bertepuk sebelah tangan, saat aku tahu dia mencintai orang lain.
Sakit dan terluka, sudah biasa aku rasakan. Namun semua itu tidak masalah buatku, aku tidak ingin mengorbankan persahabatan kami karena keegoisanku, aku juga tidak ingin dia tahu aku mempunyai perasaan yang lebih padanya. Aku tidak mau kehilangan sahabatku, aku ingin dia tetap disampingku, aku bahagia saat mendengar ceritanya dan semua tentangnya.
Andai dia tahu, jika setiap malam aku menangis dan berdoa untuknya, hanya namanya yang selalu aku sebut dalam setiap harapanku. Aku bisa menutupi semua lukaku, tidak mengapa aku kehilangan cintaku asal tidak kehilangan sahabatku.
Capek sebenarnya menjalankan cinta sendiri, tapi aku juga tidak boleh egois. Aku ingin melihat dia bahagia, aku ingin dia tersenyum. Hingga suatu hari aku memintanya untuk menyatakan perasaannya pada gadis yang ia cintai.
Mungkin terdengar bodoh, bisa-bisanya aku mendorong dia untuk menyatakan cinta pada gadis yang ia cintai itu, lalu bagaimana dengan perasaanku sendiri, bukan kah itu akan membuatku terluka.
Tapi akan lebih sakit jika aku terus mendengar kesedihannya, karena belum mampu mengutarakan perasaannya pada gadis itu. Jika ia menyatakan cintanya bukannya itu lebih baik, dia tidak akan ada waktu lagi untukku, dan aku akan lebih mudah buat melupakannya.
Hari itu pun tiba, saat dia siap untuk mengatakan pada gadis itu, aku memintanya menggunakan pakaian terbaiknya, aku juga memilihkan bunga untuk ia berikan pada gadis itu.
"Aku berharap dia menerima aku, dan tahu kalau aku sudah lama mencintainya"ujar Fabian padaku
"Semoga berjalan lancar Fab?"jawabku terus menyemangatinya, aku melihat kepergiannya dengan sedih, ingin rasanya menangis karena hari ini dia akan bersama cintanya.
Aku terus menunggu kabar Fabian, bagaimana dia sekarang? hingga aku mendapatkan sms, Fabian di rumah sakit, entah apa yang terjadi.
Aku bergegas kesana, mencari tahu keberadaan Fabian, aku menangis melihatnya terbujur kaku, bukan kah dia berjanji jika ini hari bahagianya, hari dimana ia menyatakan perasaan pada gadis yang ia cintai itu.
Aku terus mendesaknya untuk bangun, dia tidak bisa pergi secepat ini, aku terisak, aku terluka melihatnya tak berdaya.
Hingga aku merasakan tangan hangat mendekapku, Fabian membuka matanya dan menatapku.
"Kamu tahu luka apa yang lebih menyakitkan Valia?"
Aku terdiam, tanpa sepatah kata pun terucap untuk Fabian.
"Saat aku tahu kamu akan menghapus namaku di dalam doamu. Kamu gadis yang selalu aku ceritakan selama ini. Sejak di mobil aku memikirkan kamu, aku sedih karena kamu tidak pernah mencegahku untuk pergi, aku sedih karena kamu merelakan aku untuk orang lain, padahal aku adalah orang yang kamu cintai"
Bibirku bergetar, aku menangis memeluk Fabian.