Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Bapak sebagai arkeolog, tentu bisa menjawab tentang bangunan kuno, kan?” tanya penjual kopi sambil menaruh segelas kopi pada satu-satunya pelanggannya di warungnya malam itu.
“Silakan pertanyaannya,” jawab arkeolog.
Penjual kopi bertanya lagi, “Apakah Borobudur dibangun oleh alien?”
Arkeolog menaruh lagi kopi yang sudah ditiupnya namun belum diminum, lalu menjawab, “Bahkan anak SD pun tahu bahwa situs bersejarah tersebut dibangun oleh manusia pada era Syailendra. Dalam reliefnya pun juga sudah jelas.”
“Lalu bangunan-bangunan megah lainnya seperti Gunung Padang, piramida Giza, Stonehenge, dan sebagainya, ada kah kemungkinan dibuat alien?”
“Jika diselidiki, bangunan-bangunan tersebut berhubungan erat dengan peradaban manusia. Pada zaman megalitikum, manusia membangun bangunan menggunakan batu untuk menyembah leluhur maupun dewa-dewa. Para pekerjanya melakukan itu semata untuk memuji penciptanya, mungkin saja bayarannya tidak sebanding dengan usahanya. Kemudian seiring berkembangnya peradaban, teknik bangunan itu semakin canggih,” balas arkeolog lalu meminum kopi.
“Apa bisa bangunan seperti itu dibangun di zaman sekarang?” tanya penjual kopi lagi seraya menaruh tahu isi yang baru matang dari penggorengan ke piring.
“Bisa saja, baik untuk kepentingan spiritual atau adu kemegahan. Tinggal berani bayar berapa.”
“Tahu,” tawar penjual kopi dengan meletakkan piring berisi tahu isi ke depan arkeolog.
“Dalam cerita maupun fiksi ilmiah, alien digambarkan sebagai makhluk luar angkasa yang menginvasi planet bumi. Jika memang mereka mendatangi bumi kemudian merusak atau menguasai, mengapa mereka tidak membuat peradaban?” lanjut arkeolog.
“Bagaimana jika mereka sudah membuat peradaban di bumi?” sahut penjual kopi.
“Mana buktinya?” Arkeolog mengangkat piring itu. “Piring terbang yang ternyata hanya gumpalan awan di langit atau di atas gunung pada pagi hari? Crop circle dan batu-batu yang disusun oleh manusia-manusia iseng? Itu yang kamu sebut peradaban alien?” bantah arkeolog. Piring diturunkannya dan diambilnya tahu isi.
“Teknologi,” sebut penjual kopi.
“Manusia memiliki otak yang selama berabad-abad berkembang. Begitu pula teknologi yang berkembang seiring perkembangan pikiran manusia,” tanggap arkeolog dengan memakan tahu isi.
“Jadi manusia lah yang membuat teknologi dan bangunan-bangunan itu?” tanya penjual kopi untuk menegaskan.
“Apa saya harus berbalik tanya apakah alien yang membuat teknologi biji kopi menjadi minuman seperti ini? Apakah alien pula yang membuat teknologi penggorengan sehingga kita bisa memakan tahu isi yang lezat ini? Dan apakah alien juga yang membangun peradaban selama berabad-abad ini?” tandas arkeolog.
“Manusia...” timpal penjual kopi lalu mengambil lembaran-lembaran kertas di atas rak.
“Nah, itu kamu mengerti,” potong arkeolog.
“Maksud saya, manusia itu kapan ada di bumi ini? Bukankah dahulu bumi ini dihuni oleh makhluk-makhluk yang sebagian besar spesies itu telah punah?” lanjut penjual kopi.
“Maksudmu...?” sela arkeolog.
“Dua manusia diusir dari surga yang tentu saja letaknya bukan di bumi. Dua makhluk asing itu diturunkan ke bumi dan berkembang biak hingga membentuk peradaban sebesar ini selama berabad-abad. Bukan begitu?”
Arkeolog meminum kopinya.
Penjual kopi kembali melanjutkan, “Saya kembali ke pertanyaan awal, siapakah yang membangun Borobudur dan bangunan-bangunan kuno yang megah lainnya?”
Arkeolog berdiri. “Jadi berapa semuanya? Tambah tahu satu.”
Penjual kopi memberikan lembaran-lembaran kertas yang sudah dijepit. “Semua gratis untuk Bapak,” jawabnya.
Lembaran-lembaran itu diambil oleh arkeolog. Kemudian dia memandang penjual kopi. “Besok pagi ke ruangan saya. Akan saya pertimbangkan judul skripsimu.”