Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Perjalanan panjangku akhirnya akan menemui ujungnya. Tiga tahun lamanya dendam ini terpendam. Aku mengayunkan pedang ke samping untuk membuang bekas darah dari anak buah musuh. Kini tinggal mangsa utama di depan sana.
Aku menendang pintu kayu hingga terbuka, masuk ke dalam ruangan ketua Kuroyami, kelompok pembunuh yang membantai klan-ku tiga tahun lalu. Namun sosok yang duduk di tengah ruangan sambil menyandang katana panjang membuat langkahku sempurna membeku.
“A-apa maksudnya ini, Sisho (guru)?”
Kenapa Sisho ada di sini? Pemilik ruangan ini adalah ketua Kuroyami.
Senyum terbentuk di bawah kumis putih kakek tua itu. “Bagus sekali, Byakuya. Aku tidak menyangka kau bisa mencapai tempat ini hanya dalam tiga tahun. Kau sudah melampauiku.”
Kepalaku berdenyut. “Kenapa Sisho ada di sini?”
Setelah seluruh anggota klanku dibantai, aku mengembara tanpa tujuan. Hingga aku bertemu dengannya. Kemampuan berpedangnya seperti panglima dalam legenda. Ia menerimaku sebagai muridnya.
Sisho seperti satu-satunya keluarga yang kumiliki sekarang. Tapi, kenapa dia ada di sini?
“Untuk misi terakhirku,” kata Sisho.
Suaranya terdengar jelas, tapi entah bagaimana seperti datang dari tempat yang sangat jauh. Tidak. ini tidak benar. Dia bukan Sisho yang kukenal. Ini pasti salah.
“Sama sepertimu, aku di sini karena misi. Bedanya, milikmu adalah misi pertama, sedangkan milikku akan menjadi misi terakhir,” kata Sisho masih sambil duduk memangku sebelah kaki. Menggenggam pegangan katana-nya. “Waktuku tidak banyak lagi. Karena itu aku harus melakukan misi terakhir ini dengan sebaik-baiknya. Kau pasti mengerti, bukan, Byakuya? Aku butuh seorang penerus. Seseorang yang mewarisi teknik berpedangku dengan sempurna.”
Denyutan di kepalaku makin menjadi. Bisa kurasakan aliran darah yang mendidih di seluruh bagian tubuh. Sebagaimana aku tidak ingin mengakuinya, sebanyak itu pula aku tahu bahwa Sisho bisa melakukan hal segila ini.
Aku mengambil kuda-kuda. Napasku memburu, kedua mataku mengunci mangsa.
“Bagus sekali, Byakuya. Kau benar-benar melampaui harapanku.”
Detik selanjutnya, hanya ada suara berdentingan setiap kali kedua katana kami bertabrakan. Kakek tua ini adalah ketua Kurayami. Dalang dari pembantaian klanku. Dia merencanakan semuanya dari awal.
Aku meraung. Membiarkan amarahku memuncak, menggunakannya untuk memperkuat serangan.
Saat katanaku menembus dada mangsanya, aku tahu misi kami telah tercapai.