Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Waktu pun terus berjalan, Romi sudah lulus kuliah, sementara Tantri masih menjalani rawat jalan untuk mengobati penyakit yang sedang dideritanya. Persahabatan mereka masih terus terjalin, dan selama itu pula mereka habiskan waktu bersama-sama.
Dengan penuh kesabaran, Romi senantiasa memberikan perhatian kepada Tantri. Hingga sampai detik ini dia masih belum tahu bagaimana sebenarnya perasaan gadis berwajah ayu itu terhadapnya. Namun sebaliknya, selama itu pula entah apa alasannya, mengapa Tantri selalu saja menolak cinta Romi.
Sampai suatu saat Romi menutuskan untuk merantau, mengadu nasib ke Jakarta.
“Aku harus bagaimana jika aku rindu padamu?” tanya Tantri dengan wajah penuh gelisah.
“Bersabar. Aku pun demikian,” jawab Romi tak kalah gundah.
“Jika kita memang berjodoh insyaallah kita akan dipertemukan lagi dalam keadaan yang lebih baik,” lanjut Romi.
“Rom, aku akan selalu menunggumu, kembalilah untukku. Aku akan sangat merasa kehilangan dengan kepergianmu,” pinta Tantri.
“Sudahlah, kok jadi melankolis seperti ini. Aku tidak pergi jauh.” kata Romi cengengesan dengan mimik wajah yang lucu.
“Rom, aku serius nih…” Tantri dengan senyum tipis di bibirnya, menghapus air mata di wajahnya.
“Aku mengerti, memang sungguh berat bagiku, sebelumnya kita selalu sama-sama kini kita harus berjauhan, tapi itu semua demi masa depanku,” kata Romi.
“Tantri, tolong kamu jaga baik kesehatanmu. Semoga kamu lekas sembuh,” lanjut Romi.
“Amin, jangan khawatirkan aku, ” sahut Tantri.
Beberapa hari kemudian, di stasiun KA Solo Balapan, meskipun masih dalam kondisi yang lemah Tantri melepas kepergian sahabat terkasih dengan linangan air mata. Romi menatap lambaian tangan Tantri dari balik kaca kereta api yang mengantarkannya pergi menuju ibukota dengan pandangan kosong.
Sendiri terpaku melepas kepergiannya. Pandangannya menatap lembut wajah ayu berjilbab, nampak butiran-butiran air mata mengalir di pipinya, seakan dia tak rela dengan kepergiannya.
“Rom, selamat jalan, semoga kamu berhasil di kota Jakarta dan aku akan ada dan berdoa untukmu, ” kata Tantri dalam hati.
Apa yang sedang terjadi? Seorang pria dan wanita sedang berada dalam episode kehidupan yang sangat mengharukan. Sebuah episode yang manusia menyebutnya cinta. Episode yang memiliki tahap-tahap, dan kali ini mereka memasuki tahap kerinduan.
Sangat susah sekali menahan apa yang dinamakan dengan kerinduan. Terlebih, ketika dua suara telah saling jujur apa yang tersimpan di dalam hati mereka. Mengharapkan yang terbaik yang akan Tuhan berikan kepada mereka. Namun sangat sulit bagi mereka membedakan antara cinta dan persahabatan.
Setiap menjelang sore, kerinduan sering hadir dalam setiap relung jiwa Tantri, sebuah kerinduan yang membuncah.
Tantri menatap langit-langit yang telah menjadi merah dari balik kaca jendela kamarnya. Sesekali, pandangan matanya menatap handphone warna pink yang ada dalam genggamannya. Sering sekali dia tersentak kaget begitu benda itu bergetar, bertanda sebuah pesan sampai dari seorang lelaki yang berada jauh di Jakarta.
Membaca SMS dari Romi, Tantri tersenyum, terkadang matanya berkaca-kaca. Kerinduan ini, mengapa demikian hebat? Apakah Romi di Jakarta pun merasakan hal yang sama? Menatap jauh ke arah matahari yang sedang hendak turun ke peraduan.
“Romi, maafkan aku, aku tidak bisa menerima cintamu justru karena aku teramat sayang padamu. Suatu saat kamu pasti akan mengerti, maafkan aku,” kata Tantri dalam hati.