Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Hahahahah"
Itulah setiap hari yang selalu kudengar, suara tawa yang memuakkan setiap kali aku masuk kedalam sebuah bangunan yang sering mereka sebut sebagai rumahku.
Sebenarnya aku benci suara suara itu, mereka sungguh menyebalkan. Bahkan aku tak sudi mengakui mereka satu atap denganku. Entah apa yang dilakukan ayah dan ibu, tapi mereka membiarkan suara tawa yang terus tak pernah berhenti terdengar itu.
"Sialan! Pergi kalian dasar setan!" Aku mengumpat dan menendang pintu membuat mereka terdiam sementara waktu.
Selagi mereka terdiam aku akan mengunci pintu dan bersiap untuk gelombang tawa yang selanjutnya. Tawa tawa itu membuatku frustasi dan kesal, kadang emosiku memuncak, aku menghancurkan segalanya atau bisa menangis sejadi jadinya didalam ruanganku sendiri...
Aku sangat muak dengan mereka, bahkan tak sudi aku mengenal mereka.. aku lebih baik mengunci, menutup dan memisahkan diri dari para tawa yang sangat membuatku ingin muntah karnanya.
Aku memang sudah gila? Sampai aku ingin memukul mereka karena tawa mereka yang selalu terdengar dari bilik tipis itu.
Tak jarang aku memaki dan meludahi mereka ketika mereka memulainya disiang hari. Hingga aku bisa ditahan dan dihukum dikamarku sendiri, menurutku itu lebih baik, daripada harus menyapa mereka dipagi hari selanjutnya.
Hari ini sungguh terasa dingin, aku merasa tawa itu sudah bisa kudiamkan, setelah aku mengerti apa yang terjadi, aku mulai bisa mengabaikan mereka, dan mulai merasa nyaman dengan suasana disini.
Aku mulai menurut dan dapat membaur, kadang aku bisa tertawa bersama mereka....
Bahkan hari ini aku mulai berjalan jalan ditaman tak jauh dari tempatku tinggal selama ini...
Kini dia bertanya kepadaku.
"Apa kamu merasa marah? Apa kamu ingin menangis lagi? Atau menghancurkan barang?" Ucap saudaraku yang selalu mengetuk pintu kamarku dipagi hari.
Aku menggelengkan kepala sembari tersenyum lembut, berharap polesan yang selalu kuasah dimalam hari bisa diterima dan dipercaya oleh mereka.
Saudaraku itu terlihat bahagia dan tersenyum dengan sumringah ketika aku tersenyum membalasnya dengan senyuman selembut yang kubisa.
Dia berbisik.
"Kalau begitu, ayo kita pulang" dia masih tersenyum disana..
Aku tahu itu, oleh karna itu aku sudah mempersiapkan segalanya, sebuah lakban dan pernak pernik lainnya yang kupersiapkan untuk kejutan perubahanku kepada keluargaku.
Dia benar benar membawaku pulang, kesebuah rumah yang 'dulu' pernah aku tinggal didalamnya.
Dia mengetuk pintu disambut oleh sambutan selamat datang dan pelukan. Aku tersenyum selagi pintu masih terbuka....
Kini aku benar benar pulang kerumah, rumah yang bisa kutinggali sendiri...