Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lepas tengah malam, Rantas harus menyerahkan kepala Kaspin kepada Danyang Lor sebagai imbas perjanjian terlarangnya. Rantas ingin kaya. Danyang Lor ingin kepala. Bukan sembarang kepala, Danyang Lor hanya mau kepala manusia yang lahir pada Sabtu Pon. Lahir malam atau siang hari. Bukan hanya itu, Rantas juga harus memotong kepala korban bertepatan dengan hari kelahiran mereka.
Rantas bimbang, Kaspin adalah saudara satu guru saat menimba ilmu kebatinan. Kaspin tiga belas kali gerhana bulan lebih awal datang ke padepokan sebelum dia. Soal ilmu, Kaspin jelas menang telak. Jika Rantas sanggup menelan silet, Kaspin bisa menelan parang sekaligus pande besinya. Borok di wajah Kaspin yang menahun tak sembuh itu, konon saat dia beradu sakti dengan dedengkot Danyang penguasa kawasan Selatan. Danyang Kidul keok, lari tunggang-langgang ke Alas Mblora, tanah kelahirannya. Dedemit itu sudah tak tampak lagi batang hidungnya walaupun dipanggil dengan “sajen genep”.
Parang sudah diasahnya. Dicobanya pula kepada pohon pisang Kluthuk di belakang rumahnya, langsung putus pohon pisang tinggi besar itu sekali tebas parang Rantas. Namun sayang, hingga larut malam dia belum juga bernyali mendekat apalagi sampai menebas leher Kaspin. Sementara hanya Kaspin yang memenuhi kriteria untuk persembahan.
Malam yang dijanjikan tinggal menghitung menit. Rantas keluar rumah dengan segenap nyali yang masih ia punya.
Sebatang besar pohon Meh, tempat Danyang Lor bercokol terlihat suram dibalur gelap malam. Rantas datang dengan sebuah kepala yang telah putus dari raganya. Rantas kemudian duduk bersila, menyiapkan sajen bunga lalu membakar kemenyan untu memanggil Danyang Lor. Angin bertiup kencang tanda kedatangan yang dipanggil. Disusul suara tertawa, lantang dan dalam seperti perokok berat dengan setengah paru-paru.
Rantas mengangkat sepotong kepala sesembahan, disodorkannya kepada Danyang Lor yang langsung berubah murka. Danyang Lor menghempaskan tubuh Rantas hingga pria itu terjungkal.
“Ampun, Mbah. Ndak ada orang yang lahir Septu Pon.”
Danyang Lor seperti tak peduli. Dedemit penguasa kawasan Utara itu kembali menghempaskan tubuh Rantas. Rantas. Rantas terseok mencoba bangkit. Diam-diam dia membaca mantra dan mengambil parangnya. Sejurus kemudian melompatlah Rantas menyergap Danyang Lor. Ditebasnya leher Danyang Lor hingga putus. Dedemit itu terkapar. Danyang Lor menunjuk wajah Rantas dengan tatapan mengutuk sebelum akhirnya mampus.
“Diamput!” Rantas meludahi bangkai dedemit itu. “Rumangsamu aku wedhi! Aku ki menungsa. Luwih sekti tur mulya. Nek ra kere rasudi aku ngabdi kowe!”
Rantas meludahi bangkai Danyang Lor sekali lagi. Dia laantas meraba wajahnya yang terasa perih. Sebuah borok muncul di wajahnya.