Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dia yang disebut sebagai “Hero” berdiri di sana, di tengah arena. Seorang ksatria dengan armor berwarna perak dengan bentuk naga dalam ukirannya. Dia menghunuskan sebilah long sword di lengan kanan, sementara tangan kirinya kokoh menahan serangan dengan perisai sewarna armornya. Helai-helai rambut pirangnya seolah ikut menari setiap kali ia melancarkan serangan. Mata birunya terfokus pada lawan di depan.
Yang berdiri di depan ksatria itu adalah King of Minotaur, monster bertubuh manusia raksasa berkepala banteng setinggi lima meter. Minotaur hitam dengan tubuh berotot itu dilengkapi dengan armor tebal di sekujur tubuh, gada raksasa di tangan kanan dan pedang yang lebih mirip seperti pisau kotak berukuran raksasa di tangan kiri. Kedua mata merahnya terus mengikuti gerakan lincah sang ksatria.
Sang ksatria melancarkan serangan bertubi, menggunakan setiap celah yang didapat untuk menggunakan teknik andalannya. Tanpa peringatan, cahaya kuning menyilaukan memancar dari pedangnya, mengarah ke Minotaur yang mencoba menangkal menggunakan pedang besarnya.
Sia-sia. Arus elektrik itu tetap berdampak pada tubuh sang Minotaur. Sempat terhuyung sesaat, ia segera menguatkan kedua kakinya.
Tapi ksatria ber-armor perak tidak membuang kesempatan. Sebelum sang Minotaur dapat mengembalikan keseimbangan tubuhnya, ia menerjang maju, berlari dengan kecepatan tinggi hingga terlihat seperti kilasan cahaya. Sepersekian detik kemudian, kilasan cahaya kuning menyilaukan muncul. Dan di saat yang sama, tubuh sang Minotaur terbelah menjadi dua bagian secara vertikal.
Sang ksatria mendarat dengan satu lutut di lantai, tangannya masih kokoh memengang pedang di depan tubuh. Di belakang punggungnya, tubuh sang Minotaur raksasa mulai memudar sebagai serpihan cahaya yang menyebar ke semua sisi.
Senyum mengembang di wajah ksatria. Ia segera bangkit berdiri dan menyarungkan pedangnya. Misi selesai. Ini adalah ruangan bos terakhir, sehingga tidak seperti biasanya kali ini dia mengeluarkan semua skill-nya sepenuh tenaga.
Dia berjalan ke bagian belakang ruangan yang dijaga Minotaur tadi. Menarik pintu kaca di depanku hingga terbuka lantas mengulurkan sebelah tangannya, memanduku keluar dari ruangan kecil tempatku berdiri menyaksikkan pertarungan.
“Kau baik-baik saja, Nona?”
Aku mengangguk.
“Baguslah,” katanya. “Berarti tinggal menunggu bonus item muncul dan kita akan keluar dari sini.”
“Kau yakin?”
“Tentu. Karena bos terakhirnya sudah kukalahkan.”
Senyumnya kembali melebar, berpikir bahwa dia telah berhasil menjadi penantang pertama yang menaklukkan Dead End Labyrinth.
“Sayang sekali kita tidak akan keluar dari sini,” kataku lirih. “Karena akulah bos terakhirnya.”
Wajah ksatria muda itu mendadak tampak kaku. Kedua matanya membelalak menatapku ambil bergumam, “B-bohong, kan?”
“Negatif. Aku tidak bisa berbohong.”
Sungguh. Sebagai artificial intelligent, aku tidak dilengkapi skill untuk berbohong. Aku adalah bos terakhir dari Dead End Labyrinth. Aku mengamati, menganalisa skill lawan, lalu membuat penangkal untuk setiap skill mereka.
Ksatria di depanku menghunuskan pedangnya kembali, mengarahkan serangan kilat kuning ke arahku.
Sial baginya karena penangkal sudah dibuat, aku hanya perlu menerima serangan dengan sebelah tangan dan menonaktifkannya. Detik selanjutnya, sang ksatria menghilang dari depan mataku. Serangan barusan menggunakan semua sisa energinya.
Aku kembali masuk ke ruangan berpintu kaca dan menutupnya. Di tengah ruangan, Minotaur sudah bangkit kembali, menunggu penantang labirin selanjutnya.