Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Batu gunting kertas!” teriak tiga pemuda yang sedang berjongkok di depan pintu mess.
Dua orang tertawa lebar dan segera menjejalkan lembaran uang ke tangan yang terbuka lebar.
“Kalian pasti curang nih!” teriak Pian sambil mengerang kesal. Dia tak sadar, tadi sebelumnya kedua temannya telah saling bertukar kode.
“Mana ada! Dah jelas kamu kalah.” Andana menggerakan dua jarinya layaknya sedang menggunting. “Kertas tuh kalah kalau lawan gunting.”
Dika ikut tertawa. “Ingat ya, kami pake rendang!” Dia menepuk pundak Pian. “Minta uda-nya pilihkan yang besar rendangnya!”
“Sebodooo!” balas Pian kesal.
Dia mengambil jaket lalu turun ke halaman, menyalakan motor. Segera melaju ke warung nasi padang terdekat.
Saat Uda yang membungkus menyendokkan lauk ke dalam bugkusan, Pian segera menunjuk pada panci berisi rendang.
“Uda, cariin yang gede ya.”
Setelah selesai membayar, Pian bergegas kembali ke mess, perutnya sudah keroncongan kelaparan.
“Mana nasi bungkusnya?”
Pian tak menyangka akan disambut di depan halaman dengan teriakan kedua temannya.
“Sabar...,” ucapnya. “Aku ambil punyaku dulu.”
Pian mengulurkan kantong kresek hitam yang langsung disambut dengan ganas. Namanya kalau dah lapar, semuanya jadi seperti hyena liar.
“Kok yang satu, karet dua. Yang satu lagi karet satu?” tanya Dika bingung.
“Eh, diambil Pian tuh, nasi bungkus karet dua kita!” Andana meletakkan kantong ke atas meja, buru-buru mengejar Pian.
Sementara itu Pian cepat-cepat menyembunyikan nasi bungkus karet dua di dalam baju kaosnya. Andana dan Dika langsung berteriak.
“Woi, punyamu yang ini!” Keduanya menahan badan Pian, mengambil kembali nasi bungkus dengan karet dua lalu meletakkan kembali bersama ‘teman nasi bungkus’ yang sama di atas meja. Mereka memberikan nasi bungkus tanpa karet ke tangan Pian.
“Ndak bakal bisa kamu ngerebut nasi bungkus kami!” Andana tertawa sambil mengacungkan nasi bungkus karet dua miliknya.
“Ye lah,” sahut Pian malas. Dia masuk ke dalam kamar dengan nasi bungkus di tangan. “Aku makan di kamar jak!”
“Yeee, merajuk dia!” ledek Dika.
Keduanya duduk di depan mess lalu melepas karet dua pada nasi bungkus lalu mulai menyuapkan makanan.
“Wuih, pandai juga Pian milih rendangnya yang besar.” Andana tertawa saat membuka nasi bungkus.
“Nasi padang tuh harus pake rendang,” ucap Dika sambil menyendokkan rendang ke dalam mulut. Ketika giginya menggigit. Dia berteriak kesal. “Ini sih bukan rendang!” Dia mengeluarkan potongan mirip rendang dari mulutnya.
Andana tertawa lebar. “Kena zonk kamu!” Sendoknya sudah penuh dengan sepotong besar rendang. Tak lama Andana juga berteriak kesal. “Ini juga bukan rendang!”
Andana dan Dika menggedor pintu kamar Pian sambil mengacungkan ‘rendang’ di tangan. “Buka pintunya, Pian!!!”
“Makan tuh lengkuas besar ampe puas!” Pian mengunyah telur dadar sambil terkekeh.
==