Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Religi
Pada Hitungan Ketiga
47
Suka
12,488
Dibaca

Pada hitungan ketiga semua berubah. Bahkan sebelum hitungan dimulai pun beberapa orang mulai berubah. Sudah sejak lama aku mengamati. Sekira tujuh tahun terakhir ini.

Seorang lelaki dengan kain putih yang dililitkan di kepalanya berjalan agak lamban. Dia kesulitan berjalan. Sebab mesti menopang tubuhnya yang begitu beban. Dia berjalan menuju mimbar di hadapan. Satu persatu anak tangga dia naiki perlahan. Hingga akhirnya dia menjejakkan kedua kakinya di anak tangga yang ke tiga dengan napas terengah dan keringat di pelipis bercucuran.

Kali ini akan kubuktikan lagi. Benarkah ucapan lelaki itu seolah mantra nan sakti? Sekali ucap "simsalabim abakadabra" mendadak orang-orang tak sadarkan diri. Kecuali orang-orang dengan iman yang mumpuni. Dia mampu menahan matanya tak terlelap. Sejak mula hingga akhir tak lengah meski sekelap.

Sambil kualihkan pandangan kanan kiri, aku mulai menghitung dalam hati. Ternyata kali ini pun sama seperti pertemuan sebelumnya. Pada hitungan ketiga bahkan sebelum aku sempat menghitungnya pun beberapa orang mulai berubah.

Mendadak orang-orang di sekitar memejamkan mata lalu menundukkan pandangannya. Sihirkah yang diucapkannya? Bukan. Lelaki itu bahkan mengucap asma Tuhan.

Hitungan ketiga. Saat lelaki itu mengagungkan asma Tuhan, hampir separuh orang di sana tak kuasa menahan matanya. Kelopak merapat bak dijahit mati. Napasnya berpacu dalam semilir embusan angin yang merapati dari lubang ventilasi.

Separuh orang terduduk bak orang mati. Jasadnya di sana, entah ruhnya berada di mana.

Lelaki itu pun menyudahi ucapannya. Dia turun dari mimbar. Satu persatu anak tangga dia turuni. Satu persatu orang-orang mulai sadar dari mati suri.

Tunggu. Ternyata masih ada yang belum sadarkan diri. Bahkan perlu ditampar berkali-kali agar ruhnya kembali.

"Mengapa memilih mati, padahal ada kopi untuk menjaga matamu biar rahmat Tuhan merasuk ke hati?" batinku.

Entah ini Jumat yang keberapa, aku masih menyaksikan orang-orang mendadak mati saat khatib membacakan khutbahnya. Entah pada Jumat yang keberapa semua akan berubah.

Takbir mengudara. Semua lelaki di sana berusaha khusyu menyembah Sang Maha. Hingga akhir salam terlantun begitu indah. Upacara pemujaan rutin tiap Jumat pun purna.

****

Jakarta, 02 April 2021.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (54)
Rekomendasi dari Religi
Flash
Pada Hitungan Ketiga
Hadis Mevlana
Novel
Gold
KHADIJAH:PEREMPUAN TELADAN SEPANJANG MASA (REPUBLISH)
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Semiotika Cinta
N. HIDAYAH
Novel
Bronze
Lika liku cinta yang sejati
habsyi ²
Flash
Bronze
Aku Bukan Maria ( Perempuan Tanah Syurga)
Bisma Lucky Narendra
Novel
Gold
Makelar Rezeki
Mizan Publishing
Novel
Surga Terindah
Gulla
Novel
Gold
Para Penentang Muhammad Saw
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Cinta Tanpa Kata
Nita Permata Sari
Novel
Bronze
Mencintaimu Karena Allah
Irhen Dirga
Novel
Gold
Sedang Tuhan pun Cemburu
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Kelana
ahmad kholil | @KholilAhmad
Cerpen
Bronze
BAPAK PULANG TERLAMBAT
N. HIDAYAH
Novel
Gold
Hanya dengan Mengingat-Mu, Aku Tenang
Mizan Publishing
Novel
Gold
Kun Fayakun Kun La Takun
Bentang Pustaka
Rekomendasi
Flash
Pada Hitungan Ketiga
Hadis Mevlana
Novel
Bronze
Embun di Atas Daun Maple
Hadis Mevlana
Novel
Imperfect Family
Hadis Mevlana
Novel
Bumi yang Dihujani Rindu
Hadis Mevlana
Novel
Bronze
Wellang
Hadis Mevlana
Cerpen
Setangkai Mawar Untuk Lelaki Istimewa
Hadis Mevlana
Cerpen
Undangan Misterius Kazumi Untuk Hiroshi
Hadis Mevlana
Skrip Film
Embun di Atas Daun Maple - Skenario FILM
Hadis Mevlana
Novel
Serejang Rindu yang Tak Kunjung Reda
Hadis Mevlana
Novel
Madah Rindu Maria
Hadis Mevlana
Cerpen
Sri : Elegi Cinta Sang Penari Serimpi
Hadis Mevlana
Novel
Hujan Paling Jujur Di Matamu
Hadis Mevlana
Novel
Ketika Embun Merindukan Cahaya
Hadis Mevlana
Skrip Film
Hujan Paling Jujur di Matamu - Skrip Film
Hadis Mevlana
Cerpen
Aku Bukan Maria
Hadis Mevlana