Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Ah, lagi-lagi aku harus bekerja lembur. Aku menghela napas. Kuamati berkas-berkas yang berserakan di mejaku dengan nanar.
HOAM!
Akhirnya aku kembali menguap. Dengan malas, mulailah kulangkahkan kaki menuju ke arah lift. Ketika telah berada di area lift, aku segera memencet tombol panah ke bawah untuk menuju ke lantai dasar.
"Loh, kok gak bisa sih lift-nya? Apa lift-nya mati?" gumamku.
"Arrghh, sudah capek ngurus kerjaan, ini nambah kerjaan harus menuruni tangga lagi! Yak, sial sekali hidupku!" gerutuku.
Berhubung tenggorokanku sudah kering dengan kekuatan mata yang sudah menurun, akhirnya kuputuskan untuk menuruni tangga.
Sebenarnya, aku agak merinding ketika harus menuruni tangga darurat. Di sana, lampunya sering nyala dan mati. Cukup untuk membuat bulu kuduk merinding.
Namun, aku tetap harus berpikir positif. Toh, aku tidak berniat jahat, aku tidak seharusnya takut seperti ini.
KRIETTT!
Kubuka pintu tangga darurat yang jarang dibuka ini. Pintunya terasa agak berat.
"Oh, Pak! Akhirnya ketemu juga! Boleh saya minta dibuatkan kopi, Pak? Saya haus!" seruku ketika melihat seorang office boy yang tengah asyik mengepel lantai.
Office boy itu tampak mengerjapkan kedua matanya. Namun, dengan wajah pucat, ia pun segera menganggukkan kepalanya.
"Ditunggu ya," ujarnya dengan nada yang sangat dingin. Saking dinginnya, bulu kudukku langsung sukses berdiri tegak.
Aku mulai bersiul-siul untuk memecah keheningan. Sampai akhirnya, aku mendengar ada suara ambulans yang semakin lama semakin terdengar keras. Aku menduga, bahwa ambulans itu sedang terhenti di area kantor ini.
"Ini kopinya," ujar office boy tadi sembari menghidangkan secangkir kopi kepadaku. Aku pun seketika melemparkan senyuman ke arahnya.
"Oh iya, tadi saya seperti mendengar ada suara ambulans? Suaranya kencang sekali," ucapku memulai obrolan. Kulihat dengan saksama, tubuh office boy itu semakin gemetaran.
"Iya, Pak. Ambulans itu memang berhenti di dekat kantor ini, karena barusan, ada sebuah kecelakaan," ucap office boy itu.
"Kecelakaan? Kecelakaan dari bagian engineering ya?" tanyaku. Namun, office boy itu kembali menggeleng.
"Bukan, saya sarankan agar anda melihatnya sendiri, mari ikuti saya!" balas office boy tersebut.
Aku menatap office boy itu dengan pandangan aneh. Hingga rasa penasaranku akhirnya memuncak. Aku pun mulai berjalan mengekor di belakang office boy tersebut.
Betapa terkejutnya aku ketika melihat diriku sendiri sedang digotong menggunakan tandu. Kukerjapkan mataku berkali-kali.
"Apa? Kenapa aku di sana? Lalu, aku yang di sini …."
Kutatap lekat kedua telapak tanganku. Dengan takut-takut, office boy itu mendekat ke arahku.
"Tadi, saya sempat melihat Bapak keluar dari kantor bos dan masuk ke dalam lift. Karena Bapak asyik menatap ponsel, Bapak tidak menyadari bahwa ada tulisan yang tertempel di bagian lift. Sepertinya Bapak tidak mendengar suara saya yang memanggil-manggil nama Bapak," bisik office boy itu.
"Tunggu, tulisan apa?" tanyaku.
"Lift sedang rusak," bisik office boy itu lagi.
Aku seketika terpaku. Ah iya, selepas dari kantor bos, aku menjadi sangat kesal. Aku fokus menatap ponsel untuk mengabari istriku, bahwa aku tidak bisa datang ke pesta ulang tahun puteriku.
"Lalu, kenapa anda bisa melihat saya?" tanyaku. Office boy itu tersenyum.
Aku benar-benar lupa bahwa office boy itu terkenal bisa melihat hantu.