Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Mau ke mana, Sayang?" Ros terkejut melihat suaminya bersiap berangkat di dekat pintu rumah.
Dev mengenakan stelan jas berwarna perak, dasi vintagedan kini sedang mengancingkan ujung lengan kemejanya.
"Lagian ini tengah malam, kota sudah tidur dalam kesunyiannya," tambah Ros menengok ke luar jendela dan mendapati langit di luar gulita.
"Ada perayaan yang harus kuhadiri, tak akan aku memaksamu ikut."
Dev tahu-- bahwa Ros pastinya tak ingin ikut bersamanya. Sudah sejak setahun lalu, Ros tak pernah ingin keluar rumah, semenjak di mana-mana orang terancam dalam kerumunan.
Jadi, Dev melangkahkan kakinya tanpa memerdulikan apakah istrinya menyahut atau tidak.
"Sayang, kamu kenapa? Tak ada pesta di sana! Jangankan acara perayaan, bahkan sudah tak ada siapa-siapa."
Dev hanya menjawab dengan menutup pintu dan membuat Ros akhirnya harus bergegas mengambil sweter yang sudut ruang tamu. Ros bersusulan dengan waktu, takut kehilangan jejak suaminya.
Di depan rumahnya, Dev terhenti. Rupanya ia mengeluarkan sebuah undangan berwarna coklat dari saku kiri lantas diipandangi. Dalam terang rembulan, setelah membuka lipatannya, ia tersenyum manis.
"Tuh kan, sudah sepi Dev. Ayo masuk, malu sama tetangga!" Ros seolah puas menuduh tingkah suaminya kekanak-kanakan.
"Aku harus menghadiri perayaan ini, Istriku. Aku tak bisa menunda-nundanya lagi." Nada Dev meninggi, seakan menantang Ros.
Wajah Dev begitu antusias, ia langsung menunjukkan alamat yang tertera di undangan itu. Yang tidak lain, sebuah peta memperlihatkan lokasi di mana rumahnya berdiri sekarang.
"Ini pernikahannya, dan aku akan menjadi walinya! Kamu mana ngerti Ros." Dev terengah-engah berebut napas di antara suhu udara dingin dan amarahnya.
"Sudahlah, Dev! Kamu harus menerima kenyataannya, ini bukan salahmu. Ini sudah hampir setahun berlalu." Kalimat Ros membuat Dev bungkam.
Hening. Hanya ada cahaya rembulan, terserap seluruh permukaan jas kebanggaan Dev itu.
"Ia sudah tenang, jangan kamu ungkit-ungkit lagi rasa penyesalanmu!"
Dev semakin teringat lagi ponakannya yang meninggal, sebelum akad pernikahan terlaksanakan. Hanya gara-gara dulu, Dev ingin menunda pestanya, menunggu bencana reda dan bisa dilaksanakan dengan iring-iringan seperti pada umumnya.
"Maut telah lebih dulu menjadikanmu mempelai, aku malah tak sempat mengenakan jas ini, sayang. Maafkan aku, maafkan aku!"***