Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cinta itu buta, begitulah kata orang. Namun ketika yang mereka maksud adalah buta karena tidak memandang kekurangan pasangan, aku justru buta karena tidak bisa melihat seseorang yang tepat ada di depanku. Aku buta karena tidak menyadari jika ada orang yang begitu perhatian dan mengerti diriku.
“Clara, kamu tau kan minggu depan aku diwisuda dan bakal balik ke Solo buat lanjutin bisnis keluargaku? Jadi, mau gak kamu ikut aku dan menjalani sisa hidup bersama?”
Kata-kata yang diucapkan Reno itu sangat mengejutkanku. Bagaimana tidak, selama ini aku menganggap dia hanya sebagai sebatas sahabat. Semenjak aku mengenalnya sedari masa orientasi kampus dahulu, tidak sebersit pun terlintas dalam pikiranku jika salah satu dari kami terjebak dalam perasaan cinta.
Mungkin aku naif karena sudah menutup mata dan telinga dari orang-orang di sekitarku ketika menyebutkan seorang wanita dan laki-laki tidak akan mungkin bisa murni sebagai sahabat. Mungkin di luar sana memang ada yang seperti itu, tapi ternyata kami bukan jadi salah satu contohnya.
“Reno, kamu sahabat dan pribadi yang baik, tapi...”
“Udah, kamu gak perlu lanjutin kata-kata kamu lagi! Semua itu omong kosong!” Reno terlihat emosi kepadaku.
“Dengerin aku dulu!” ucapku yang tak kalah ngotot.
“Percuma Ra! Aku tau kalo kamu mau bilang tapi aku bukan cowok yang kamu cari kan?”
Entah karena dia sudah terlalu mengenalku atau itu hanya kebetulan saja, tapi yang jelas apa yang ia ucapkan tepat sekali.
“Aku capek 4 tahun ini dengerin kamu mengeluhkan semua cowok yang udah nyakitin dan mainin hati kamu Ra! Jadi kamu beneran maunya sama tipe cowok-cowok brengsek itu? Terus kamu cuma mau jadiin cowok baik dan pengertian kayak aku sebagai tempat curhat kamu aja? Aku capek Ra! Kenapa kamu jadi orang kok bego amat sih!”
Mendengar ocehan Reno itu membuat emosiku meluap, tapi tubuhku hanya mau terdiam. Sepertinya otakku memberi sinyal ke seluruh tubuhku untuk diam karena dia tahu apa yang diucapkan Reno memang benar adanya.
“Asal kamu tau aja Ra, aku bukan cowok baik-baik seperti yang kamu kenal.”
Reno pergi begitu saja meninggalkanku dengan berbagai pikiranku ini sendirian.
***
Seminggu ini aku sama sekali tidak bertemu Reno, ia menghindariku. Namun hal ini memberikanku waktu untuk mencerna semua dan mencari jawaban terbaik. Setelah penuh pertimbangan, aku menyadari jika memang Reno adalah yang terbaik untukku saat ini.
Untuk itulah aku hari ini datang ke acara wisudanya, membawa sebuket bunga sebagai permintaan maaf dan pernyataan cinta.
Namun aku terkejut ketika melihat Reno datang bersama kedua orang tuanya dan seorang perempuan, karena setahuku ia adalah anak tunggal.
“Selamat ya Reno.”
“Ah, makasih ya Clara.” Reno nampak ceria menerima bunga dariku. “Oh iya kenalin ini Sukma, calon istri aku.”
Hatiku tercekat tapi mulutku berusaha untuk tetap tersenyum.
Ternyata selama ini Reno sudah mempunyai kekasih di kampung halamannya, bahkan Sukma adalah pacarnya sejak SMA. Mereka sudah merencanakan pernikahan dalam waktu dekat, tapi Reno berniat meninggalkan Sukma jika waktu itu aku menerima tawarannya.
“Sudah aku bilang, aku bukan cowok baik-baik seperti yang kamu kenal Ra. Aku cowok brengsek yang siap berkorban demi kamu.” bisik Reno saat aku berpamitan dengannya, mungkin untuk selamanya.