Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Sedang apa kamu berdiri di sana?”, ucapku menyapa wanita yang terlihat masih muda.
Aku sedang duduk di sebuah gundukan atap gedung, sedangkan wanita itu berdiri di atas pembatas tepi gedung. Angin berhembus kencang, tentu saja karena saat ini kami berada di puncak tertinggi gedung.
“Jangan hentikan aku!”, teriak wanita itu.
Aku hanya tertawa melihatnya. Aku membangkitkan badanku dan berjalan menuju ke arahnya.
“Jangan mendekat!”, teriaknya.
Aku tidak peduli dengan gertakannya dan terus mendekati wanita itu.
“Ku bilang jangan mendekat! Atau aku loncat sekarang!”, gertaknya lebih keras.
Aku menghentikan langkahku. Aku menghela napas.
“Kenapa kamu berniat bunuh diri?”, tanyaku.
Wanita itu tidak menjawab dan hanya menoleh ke bawah. Makin lama pandangannya semakin kosong seakan dia sedang memikirkan masa lalunya yang berat.
Angin tiba – tiba berhembus makin kencang. Kakinya mulai goyah karena tidak seimbang menahan terpaan angin. Aku segera berlari menghampirinya. Tanganku menggapai tangannya. Ia tidak jadi jatuh karena aku menahannya. Angin pun kembali normal. Terlihat wajahnya sangat ketakutan. Dia syok melihat bawah gedung dari ketinggian seperti itu. Saat ini posisinya masih berdiri di tepian.
Aku membelai rambutnya, “Hm… aku bisa merasakan depresi yang kamu alami saat ini. Memang benar, manusia sepertimu tidak pantas hidup. Tidak ada gunanya hidup. Hanya menjadi parasit bagi orang terdekatmu. Bahkan prestasimu kalah jauh bila dibandingkan saudaramu. Apa yang bisa dibanggakan oleh orang tuamu bila mendapatkan anak sepertimu? Anak bodoh. Tidak heran pacarmu pun selingkuh darimu, karena kamu kalah cantik daripada selingkuhan pacarmu. Benar – benar tidak ada gunanya kamu hidup! Sampah!”
Wanita itu duduk di tepian lalu menangis karena perkataanku.
“Ada baiknya kamu loncat dari gedung ini sekarang juga!,” lanjutku.
Wanita itu menatap wajahku. Ia segera berdiri dan langsung terjun dari atap gedung.
Tubuhnya mendarat sempurna ke lantai diiringi semburat badannya yang berantakan.
Aku melihat hancurnya badan wanita itu dari atap gedung, lalu tertawa. Mau mati saja pakai ragu – ragu, dasar manusia. Baguslah, jadi aku tidak perlu repot – repot membuat rencana. Kulihat nama wanita itu telah menghilang dari catatanku.