Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Capung Merah Aira
11
Suka
10,743
Dibaca

“Ayah! Ayah! Aira dapat ini, Yah,” teriak Aira sambil berlari-lari kecil menuju kamarku. Anak perempuan yang baru berusia empat tahun itu menghambur ke arahku, lalu duduk di pinggir dipan.

“Dapat apa, Aira?” tanyaku tanpa bangun dari tempatku berbaring.

“Ini, Yah, Aira menangkap capung. Warnanya merah. Cantik ya, Yah!” Aira menjawab sambil naik ke dipan dan menunjukkan capung di tangannya, tepat di depan mukaku.

“Cantik sekali capungnya, Aira. Nangkapnya tadi pakai apa?” tanyaku sambil memeluk pinggangnya yang ramping.

“Tadi Aira mengendap-endap, Yah. Terus, Aira pegang ekornya. Tahu nggak, Yah, tadi capung ini menggigit Aira.”

“Ha? Aira digigit? Mana yang digigit? Sakit nggak?”

“Ini, Yah! Jempol Aira yang digigit. Nggak sakit kok, Yah. Pas dia nggigit, Aira langsung pegang sayapnya, terus Aira bawa ke sini, deh,” kata Aira sambil mengamati capung di tangannya.

“Oh, gitu. Memangnya itu capung mau diapain, Ra?”

“Enaknya diapain ya, Yah? Aira ingin membunuhnya karena tadi sudah menggigit Aira.”

“Lho, kok dibunuh Ra? Kan kasihan. Bagaimana kalau dilepasin saja.”

“Kok dilepasin sih, Yah. Aira kan susah menangkapnya. Ya udah, kalau gak boleh dibunuh, mau Aira masukin ke toples aja. Boleh ya, Yah?”

“Ya udah, boleh. Tapi nanti dilepasin lagi, ya? Kasihan!”

“Iya, Yah. Ya udah Aira ambil toples dulu ya. Nih, tolong ayah pegang capungnya dulu!”

“Oke.”

Aira menyerahkan capung merah itu kepadaku. Ia kemudian berjingkat keluar dari kamar. Tiba-tiba aku merasakan gatal di punggung lengan kiri. Tanpa sengaja aku melepaskan capung di tangan kananku agar bisa menggaruk tempat yang gatal itu.

“Ini toplesnya, Yah! Masukin capungnya ke sini, Yah!” kata Aira memasuki kamarku. Ia membawa toples bulat dengan kedua tangannya.

“Aira, capungnya terbang. Maafkan ayah, Aira! Ayah janji, nanti Ayah akan tangkap lagi capung yang banyak.”

“Kok dilepasin sih, Yah! Ayah jahat! Ayah jahat! Hu … hu … hu …,” Aira berlari keluar kamar sambil menutupi wajah dengan kedua tangan mungilnya.

“Aira! Aira! Tunggu, Aira!”

Aku bangkit dari tidur untuk mengejar Aira. Tapi, ada apa dengan kakiku?

“Aira!” Aku berteriak memanggil anak perempuanku itu.

“Ayah … Ayah …. Tenang, Yah,” kata seorang perempuan yang berlari kecil masuk ke kamarku.

“Aira! Mana Aira? Aira tadi marah sama Ayah. Mana dia?”

“Ayah …,” kata perempuan itu dengan lembut. Ia mengusap dahiku dengan tangannya yang putih dan halus.

“Aku mau mengejar Aira. Tapi, kenapa kakiku dipasangi rantai? Lepaskan aku! Lepaskan! Aku mau mengejar anakku.”

Perempuan itu memelukku.

“Eh, kenapa kamu menangis?”

Ia berkata lirih di telingaku, “Maafkan istrimu ini, Ayah. Aku terpaksa melakukan ini. Aku tidak mau ayah menjadi tertawaan orang kampung, karena menganggap anak-anak di sekitar ini sebagai Aira. Maafkan aku, Yah, karena belum bisa memberimu keturunan.”

Tangerang Selatan, 8 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Keren sekali ceritanya, aku suka kejutan di ujung ceritanya, trims ilmunya :),
@rudiechakil : Terima kasih, Mas.
Good 👍👍👍
Rekomendasi dari Drama
Novel
Teman Lamaku
Yaraa
Flash
Capung Merah Aira
Riswandi
Flash
Tengah malam
Mahmud
Skrip Film
Selembar Harapan
Windi Liesandrianni
Cerpen
Bronze
Berbagi Istri
Jie Jian
Novel
Gold
Alang
Republika Penerbit
Novel
Dua Sisi
Johanes Gurning
Novel
Hipokrit
Anipri
Novel
FULAN
Avisena Sirr Zafran
Flash
Bronze
Lapar
Bungaran gabriel
Novel
Childhood Journey
R. C Febiola P
Flash
Bronze
Dengarkan Kata Si Bisu
Erena Agapi
Novel
Best Friend
William Oktavius
Skrip Film
DOKTER BURHAN
GRIANTO SABALI
Flash
Aku dan Ibuku
WN Nirwan
Rekomendasi
Flash
Capung Merah Aira
Riswandi
Novel
Bronze
Impian dan Dendam
Riswandi
Flash
Bronze
KOMPAS
Riswandi
Flash
Kasman
Riswandi