Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kalau ditanya tentang nenekku, ya..aku hanya bisa bilang, begitulah! aneh-aneh menggemaskan. Contohnya ini..
Nenekku sudah seperti agen FBI, suatu pagi beliau tiba-tiba mendapatkan inspirasi untuk menjalankan misi, dan aku harus memenuhi semua permintaannya. Sebagai cucu yang baik hati, tentu saja kupenuhi semua keinginannya.
Misi pertamanya adalah kalimat ini, “pokoknya, Nini pengen gamis warna gandaria!”
Bermodalkan omongan nenek, aku mengitari satu demi satu butik busana muslim, mencari gamis berwarna gandaria. Aku betul-betul frustasi, tidak ada satupun butik yang mengerti warna gandaria itu seperti apa. Belakangan setelah aku bertanya kepada mbah-mbah di internet, ternyata gandaria itu nama lain dari ungu terong.
Sial betul, coba dari awal nenek bilang ungu terong, aku tidak perlu berputar-putar satu kota mencari gamis gandaria!
Demi gamis itu aku lumayan merogoh kocek cukup dalam. Sebagai mahasiswi yang mengandalkan uang beasiswa kuliah dan gaji pekerjaan sampingan yang di dapat hanya saat liburan semester, membeli gamis lumayan terasa berat. Tapi lagi-lagi demi nenek kulakukan segalanya.
Hari berikutnya nenekku memberikan misi keduanya, nenekku berkata seperti ini,
“Neng, beliin Nini kelom ya. Harus ada gambar bunga dahlianya!”
Sungguh saat mendengarnya aku ingin menangis darah. Hanya saja, entah aku yang pura-pura berbakti atau aku yang tidak mau mengakui bahwa nenekku lebih hebat bersiasat daripada aku, tetap saja kupenuhi permintaannya. Akupun memecahkan salah satu celengan tanah liat yang kutabung sejak zaman membaca saja aku tak mampu. Dengan tertatih-tatih serta air mata yang tertahan di pelupuk, kuhitung jumlah koin recehan hingga membentuk menara.
Seakan penderitaan tidak mau berakhir, saat aku mencari kelom bergambar dahlia, semua penjual menolak dengan berkata ketus padaku, bahkan seorang penjual menyuruhku menggambar sendiri bunga dahlianya. Entah mengapa, ketika itu aku menganggap ide penjual kelom sangat brilian. Akupun menggambar sendiri bunga dahlia di kelom kayu dan menyerahkannya pada nini dengan wajah girang seakan kelom itu adalah sebuah permata.
Meskipun setelahnya kata-kata yang kudapat dari nenek hanyalah, “ini dahlia apa jengkol?” mendengarnya aku hanya dapat bersabar sambil diam-diam menangis dikesunyian kamar mandi diiringi irama balada dangdut.
Selesai misi kedua, nenekku menyampaikan misi ketiganya, “Neng, beliin Nini, bedak sama gincu ya di warung, yang kaya gini!” nenekku menunjukkan sebungkus bedak tabur berwarna kuning dan lipstik semerah darah. Aku membelikannya dengan hati riang, karena bedak dan lipstik nenek tak membuatku melarat di hari ini. Satu hari aku bernapas lega.
Tapi esok harinya, subuh-subuh nenekku sudah berdandan lengkap, gamis gandaria, kelom bergambar dahlia, wajah kuning medok dengan bibir merah merekah. Subuh itu nenek membangunkanku dengan cipratan segayung air. Nenek memintaku untuk menemaninya lari pagi. Setelah memakai celana training, kaus kebesaran, sandal jepit, serta rambut yang masih acak-acakan, aku mengikuti nenek berjalan-jalan dengan gerak-gerik mencurigakan mengitari lingkungan rumahku, seakan menanti sesuatu.
Pukul 05.30 WIB, derap langkah kaki mengagetkanku. Rupa-rupanya sebaris rombongan polisi muda sedang berlari bersama tanpa mengenakan kaus atasan, menampilkan otot-otot mereka yang menonjol, dan kemachoan yang hakiki.
“Selamat pagi, Nini! Hari ini lari sama cucunya ya?” serempak mereka menyapa nenekku. Nenekku melambaikan tangan sambil tersenyum malu-malu, meninggalkanku yang mencari tempat bersembunyi di balik semak-semak.
“Niniiiiiiiiiiiiii!” batinku berteriak.