Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sudah kesekian kalinya dalam beberapa pekan ini kedua bola mataku terpaku menatap sebuah video pada layar ponsel berwarna putih dengan beberapa retakan di bagian sudut-sudutnya. Ponsel ini mirip dengan milikku, tapi tentu saja bukan milikku. Layar ponsel menampilkan video punggung seorang pemuda berkaus hitam menggendong seorang perempuan, aku, menggunakan kedua tangannya. Video itu berdurasi sekitar dua puluh empat detik, sebelum gambar bergoyang menjadi tidak jelas karena seseorang mengambil ponsel yang tampaknya terjatuh dari saku celana. Itu adalah rekaman kecelakaan motorku yang sepertinya tidak sengaja terekam. Aku ingat peristiwa itu, motorku tertabrak sebuah sedan silver, dan tubuhku dipenuhi darah, lalu ingatanku menghilang, aku kehilangan kesadaran.
Tidak ada video lain dalam ponsel itu. Tidak ada foto, tidak ada nomor kontak satupun, bahkan foto profile yang digunakan adalah grand piano di ruang kelas jurusan musik klasik tempatku berlatih. Namun ponsel ini memiliki cukup banyak rekaman suara, lebih tepatnya rekaman seorang pria sedang bernyanyi, terkadang dengan iringan band, adapula yang menggunakan gitar akustik. Hingga beberapa waktu lalu kutemukan sebuah file yang membuatku tertegun, file bertuliskan Renata Angelica, namaku. Kubuka kembali file itu, pria yang sama sedang menyanyikan sebuah lagu balada dengan alunan gitar akustik yang dipetik lembut. Aku memutarnya berulang-ulang.
Pada awalnya pria itu bersenandung, suara bassnya terdengar sangat empuk, lembut, dan legit. Membuat siapapun yang mendengar pasti terpukau. Terlebih lirik lagu yang ia ciptakan mampu menggetarkan dadaku, membuatku merasa tersanjung, terharu, sekaligus terpesona.
"Masih kamu, sel-sel di kepalaku tersekat oleh senyumanmu,
Dawai-dawai gitarku selalu melantunkan bayangmu."
Kumatikan rekaman suara itu, kuserahkan ponsel itu pada teknisi suara. Dalam hati kukatakan inilah saatnya. Dengan bantuan beberapa teman, aku berjalan menaiki panggung, walaupun harus menggunakan tongkat, lengkap dengan balutan gips di salah satu kakiku. Susah payah hingga akhirnya aku berhasil duduk pada sebuah kursi di hadapan grand piano. Meskipun sebelah kakiku akan sulit menginjak pedal-pedal grand piano, tapi kali ini aku tidak akan menyerah. Aku mengangguk pada MC festival musik kampusku. Alunan gitar akustikpun mulai terdengar. Ya, aku menggunakan lagu dan nyanyian pria itu, serta menambahkan alunan grand piano yang kumainkan secara live, tentu saja aku turut menyanyikan lagu itu pula, sehingga kami tampak sedang berduet.
"Masih kamu, sel-sel di kepalaku tersekat oleh senyumanmu
Dawai-dawai gitarku selalu melantunkan bayangmu...
Tatapanku selalu tertuju padamu, sekalipun kau tak menoleh ke belakang
Ketukan langkahmu, irama musikmu getarkan jiwaku
Meskipun rindu ini hanya dapat kupendam
Sekalipun cinta ini selalu kuredam
Namun bolehkah sekali saja kukatakan
Aku mencintaimu."
Suasana menjadi hening, semua orang di aula pertunjukan musik kampusku seakan tersihir dengan keindahan lagu ini. Hanya seorang pria yang tergopoh-gopoh berlari hingga ke tengah tangga aula. Seorang pria berperawakan persis seperti pria di dalam video ponsel. Pemilik sesungguhnya ponsel yang sedang memainkan musik ini, seharusnya pemegang ponsel milikku yang tertukar. Rendy, pemuda berbakat dari jurusan musik terapan. Ia menatapku dengan wajah terkejut.
Aku balas menatapnya. Kuhentikan permainan musikku, dengan sebelah tangan kuambil mic, lalu berkata “Gotcha! I love you too!”
Kusatukan telunjuk dan jempol tangan kiriku hingga membentuk tanda hati kecil. Ia tersenyum padaku, diiringi riuh tepuk tangan para penonton.