Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jung Taehoon mengomel untuk dirinya sendiri, menyesali atas sikapnya tiga puluh menit yang lalu. Andai saja, dirinya tidak begitu asik melihat akun sosial media mantan kekasihnya juga telinga yang tersumpal earphone mendengarkan musik bergenre pop-rock, mungkin sekarang dirinya tidak seperti anak kadal sebatang kara yang kebingungan mencari keluarganya.
Selama sepuluh menit pertama, pemuda yang berasal dari negeri Gingseng itu begitu sabar saat bertanya pada orang-orang tentang nama jalan tempat dirinya berpijak, lalu sepuluh menit kemudian, Taehoon mulai frustrasi karena orang-orang yang dia tanyakan tidak bisa membantunya.
Rasanya Taehoon ingin menangis, pertama sudah pasti karena kebingungan, kedua ponselnya kehabisan daya, dan ketiga perutnya lapar.
Taehoon harus mencari penjual makanan yang dekat, dan matanya terarah pada seberang di ujung jalan sana. Taehoon tidak tahu kios itu menjual makanan jenis apa, tapi yang terpenting perutnya harus diisi oleh makanan.
"Hoyong meuli karedok, A?"
"Naega hanareul wonhaneun." (Aku mau satu)
"Naon?"
"Wonhae baegopa." (Aku mau satu, aku lapar)
"Maneh teh ngomong naon?"
"Baegopeun." (Lapar)
"Bego? Aa teh ngatain ibu begok?"
Taehoon kebingungan sebab dari raut wajah sang penjual makanan terlihat kesal, apakah Taehoon salah bicara?
"Ne?" (Ya?)
"Nek? Tadi Aa ngatain ibu begok, sekarang Aa manggil ibu Nenek? Asal Aa tau, ya! Meskipun ibu cuma lulusan SMP, ibu jago bikin karedok sama ngulek kacang, ibu teh masih muda, A!"
"Neng Bintang!"
Ibu Ice si penjual karedok memanggil Bintang, salah satu pelanggan setia yang kebetulan sedang mampir di kiosnya.
"Kenapa, Bu?"
"Ini ada bule nggak sopan! Masa dia bilang ibu begok! Terus ibu juga dipanggil nenek-nenek!"
Bintang menoleh sejenak ke arah Taehoon yang masih terlihat kebingungan.
"Biar aku coba ngomong sama dia ya, Bu."
Sepenuhnya tatapan Bintang mengarah pada Taehoon yang berdiri di hadapannya, sebagai sapaan Bintang tersenyum ramah.
"Hello! What do you from, Mister?"
"South korean."
"What's your name?"
"Jung Taehoon."
"Ngomong naon dia, Neng?" tanya Bu Ice tiba-tiba.
"Dia asalnya dari Korea, Bu. Namanya Jung Taehoon."
"Dari Korea? Eeee. Pantesan kasep, si Aa temennya Lee Minho pasti. Sarangbeyo." Bu Ice berujar kegirangan.
"Saranghaeyo, Bu."
"Nah, eta tah. Saranghaeyo."
"Neoneun baegagopa?" (Kamu lapar, ya?)
Taehoon merespons dengan anggukan singkat.
"Bu, mau karedok satu."
"Siap."
Selagi menunggu karedok, Bintang mengaja Taehoon untuk duduk sembari mengajaknya berbicara.
"Bandung-e honjaisseo?" (Kamu di Bandung sendirian?)
"Ani, naneun chingudeul hamkkeissda. Naega gireul ilheosseul bbuniya." (Tidak, saya bersama teman-teman. Hanya saja saya tersesat)
Bintang manggut-manggut, pantas saja pemuda itu terlihat kebingungan. Oiya, Bintang lancar menggunakan bahasa Korea karena sewaktu kecil Bintang pernah tinggal di Korea Selatan selama lima tahun.
"Chinguege yeonrak haetseubnikka?" (Kamu sudah hubungi temanmu?)
Taehoon menggeleng. "Nae jeonhwagiga jokeosseo." (Ponsel saya mati)
"Kogjeonghal pilyoeobseo, naega dowajulge." (Kamu tidak usah khawatir, saya akan membantumu)
Wajah Taehoon yang sebelumnya terlihat sedih kini sudah pergi. "Gamsahamnida." (Terima kasih)
Beberapa saat kemudian bu Ice datang bersama sepiring karedok. "Karedok buat Aa kasep temennya Lee Minho udah jadi. Sok dimakan."
Berhubung perutnya sangat lapar, Taehoon memakannya dengan lahap. Dan kesan pertama yang dia rasakan adalah makanan asing itu terasa manis persis seperti senyumnya Bintang.