Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dunia hari itu putih dan kosong, di tengah-tengahnya ada ayunan hitam dengan besi berwarna abu yang jadi rangkanya, lalu ada aku dan perempuan yang parasnya buatku terpesona. Aku berpakaian putih panjang seperti gamis, tapi tak berkancing dan berbahan katun, dia juga memakai pakaian yang sama sepertiku.
Kami duduk di ayunan itu sambil menatap kekosongan ruang dan waktu serta warna putih yang mengisi cakrawala. Aku tak bisa berbicara, hanya tersenyum padanya biar suasana tidak canggung. Lalu ia menyentuh tanganku lembut dan menariknya, kita berdua beranjak dari ayunan tempat kita duduk diam.
Hatiku lebih berisik dari bibirku dan aku ingin bertanya padanya tentang 2 hal:
1. Mengapa aku merasakan cinta padahal baru bertemu?
2. Kita ini di mana sih?
Dia menarikku ke udara, tubuhku menjadi ringan laksana bulu. Wajahku penuh decak kagum, namun dia hanya tersenyum sambil memejamkan matanya. Kami melayang bebas menembus segala hukum alam. Langit dan seisinya kemudian berubah jadi layar raksasa, disitu diperlihatkan pasangan yang sedang berduaan.
Ternyata itu dirinya, sedang senda gurau dengan seorang pria ditengah keramaian taman kampus. Kami melayang maju dengan diriku yang diarahkan olehnya. Langit kemudian menayangkan kejadian yang berbeda, kali ini sebuah momen sakral yang didambakan setiap dua sejoli.
Kedua mempelai berjalan dengan pakaian adat dan disambut oleh tamu undangan yang bersorak-sorai, mereka berdua terlihat bahagia dan sesekali bertemu mata sambil memasang senyum paling lebar yang bibir mereka bisa. Mempelai perempuannya adalah dia, yang terlihat 10 kali lebih cantik dengan pakaian anggun itu.
Aku kebingungan namun merasakan kebahagiaan yang tak terbendung, padahal siapa lelaki itu? Aku bahkan tak mengenal wajahnya. Langit kembali berubah dan menunjukkan momen lain, kini pasangan itu sedang menggendong anak lucu berwajah bulat dengan mata yang berbinar.
Kami kembali maju dan dunia menjadi gelap, tiba-tiba ia menghilang dari genggamanku. Aku yang kebingungan hanya bisa terus mencari keberadaannya, mengapa ia tiba-tiba meninggalkanku? Layar pada langit masih memutarkan kisahnya, tapi kini hanya ada pria itu, terlihat sedih di dalam rumah yang sama seperti sebelumnya. Wajahnya murung dan matanya menyiratkan tidur yang selalu terjaga. Ia berjalan dan menatap bingkai foto anak dan perempuan itu, ia mendekapnya di dada sambil terisak. Lalu langit menghentikan apa yang ia perlihatkan, ia menjadi gelap dan masam.
Aku merasakan kehampaan, hatiku kosong dan aku merasa kesedihan besar memenuhi tiap rongga dadaku. Aku terus melayang-layang, tapi untuk ke mana? Tanganku menjadi keriput dan badanku lemah rapuh hingga tak lagi mampu melayang. Entah berapa lama waktu telah menghembuskan kehebatannya ditubuhku, aku tak tahu lagi. Kala aku sudah ingin patah arang, tiba-tiba cahaya terang benderang muncul, pandanganku terhalau silaunya. Ditengah cahaya itu seperti ada dua manusiaβ yang satu berdiri tegak dan yang satunya bertumpu pada gendongan manusia yang berdiri.
Ternyata itu dia, yang sudah sekian lama tak kulihat tapi masih membuatku terpesona. Dia tak menua sedikit pun, begitu pula anak lucu yang ia gendong.
"Kemarilah, kini kita bisa bersama," Katanya dengan suara lembut yang seperti pernah kudengar.
Lalu aku berlari sekuat tenaga untuk mencapai mereka, tak kuhiraukan lemahnya tubuh busuk ini. Begitu sampai, cahaya hangat itu memelukku, memberikan kebahagiaan seperti dahulu.