Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Kau yakin memancing tengah malam begini banyak ikannya?"
Aku mengangguk, mengiakan pertanyaan Rijal. "Sekarang diam dan lempar saja upanmu sana."
Udara tengah malam di tepi sungai menembus ke balik jaket tebal yang sengaja kupakai malam ini.
"Payu nak milu mati," bisik seseorang dengan cepat dan berulang. Artinya kurang lebih, ayo ikut mati.
Rijal, temanku memancing di Rambang malam ini, merapatkan tubuhnya mendekatiku. Dia ketakutan.
"Kau dengar itu? Seram sekali!"
"Payu nak milu mati."
Kudorong tubuh Rijal menjauh, lalu melangkah untuk mencari sumber suara. Menyusuri aliran sungai Rambang yang tenang di tengah malam. Semakin aku melangkah, bisikan yang berulang itu semakin jelas dan membuat bulu kudukku ikut berdiri.
"Payu nak milu mati, payu nak milu mati."
Aku yakin sumber suara itu berada di balik rumpun dedaunan di hadapanku. Ketika aku hendak menyibaknya, Rijal menahanku.
"Jangan," katanya, "sebaiknya kita pulang saja."
"Tidak. Aku bisa mati penasaran kalau tidak bertemu siapa pun yang mengajakku mati saat ini juga."
Rijal mengalah dan berdiri rapat di belakangku, menyembunyikan pandangannya dengan jari-jari yang tidak tertutup rapat. Aku maju dan meraih rumpun dedaunan itu, menariknya dengan satu kali hentakan.
Brak.
"Oh."
Rijal maju. Dia mengembuskan napas lega ketika menyaksikan sekawanan berang-berang yang sedang membangun tempat tinggal di tepi sungai.
"Tuh, yang mengajak kau mati ternyata mereka," kata Rijal sambil terkekeh. Dia beranjak kembali ke tempat kami meninggalkan pancing beserta umpan.
Tidak mungkin Rijal melewatkan yang satu itu. Tidak jauh dari sekawanan berang-berang, seorang perempuan duduk dengan tenang. Wajahnya tak nampak karena ditimpa cahaya bulan. Tapi aku yakin seratus persen, perempuan itu bukan manusia.
Antu Ayek. Hantu Air, si penunggu sungai.
Entah mengapa aku merasa pandangan kami bertemu. Dadaku berdebar kencang, segera saja aku berbalik untuk menyusul Rijal.
"Sudah tidak lagi penasaran, kan?" bisik seseorang tepat di telingaku. Punggungku terasa berat sekaligus dingin. Suaranya lembut saat berkata,"payu nak milu mati."