Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Gendhis Iswari.
Nama yang terdengar unik sekaligus indah menurutku dimana sudah kupersiapkan jauh hari sebelum kelahirannya. Dengan menyandang nama itu aku sebagai ayahnya berharap kelak hidupnya akan semanis gula serta menjadi perempuan terhormat. Dulu saat kuutarakan nama calon adik Damar dan Rangga pada istriku Laras sembari mengelus perut besarnya yang tinggal menunggu hitungan lahir, diapun langsung mengangguk setuju tanpa perlawanan apapun. Laras hanya menggoda mempertanyakan alasanku yang begitu kukuh mengatakan jika kelak calon bayi kami adalah perempuan. Dan aku tidak bisa menjawab kenapa. Entahlah, kali ini keyakinanku begitu kuat jika anak kami nanti yang lahir adalah perempuan.
Dan betul saja. Saat waktu kelahiran tiba Laras melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan. Bayi yang sangat montok dan berkulit bersih persis kakak lelakinya Damar dan Rangga saat lahir dulu. Tapi karena ini perempuan, Gendhis mempunyai bulu mata lentik yang membingkai sempurna mata bulatnya sehingga semakin menambah pesonanya.
Sejak pertama melihat dan mengadzani Gendhis, aku langsung jatuh cinta sedalam-dalamnya pada putri kecilku ini. Memang benar apa kata orang, jika anak lelaki itu akan jadi kebanggaan sedang anak perempuan akan jadi kesayangan. Sejak saat itu hari-hariku tak pernah sekalipus lepas darinya. Aku rela begadang berjam-jam demi Gendhis sepulang bekerja. Bahkan apapun akan kulakukan demi Gendhis. Menemani Gendhis bermain hingga memandikannya saat dia kecil rela kujalani. Semua ini mungkin karena aku sudah sangat merindukan sosok anak perempuan dalam kehidupanku dimana dulu aku selalu dikelilingi dengan segala hal yang berbau lelaki dari saudara kandung hingga sepupu yang lebih banyak lelaki. Juga anak pertama dan kedua ku yang juga lelaki. Aku seperti mendapat hadiah yang sudah lama kuinginkan.
Bahkan menjelang Gendhis dewasa jika Laras, ibunya memarahi Gendhis hatiku rasanya seperti terluka. Dan cintaku pada Gendhis pun bersambut. Gendhis tumbuh menjadi anak yang manis, pintar, cantik dan lebih dekat denganku dibanding ibunya. Semua hal yang ingin dilakukan haruslah denganku. Begitu juga sebaliknya, kemanapun aku pergi selalu aku mengajak Gendhis. Hingga seisi rumah sering menggoda Gendhis dengan sebutan istri kecil Ayah. Karena Gendhis yang lebih banyak mengatur semua hal tentangku dari ujung rambut hingga kaki. Bahkan jika aku sedang ingin berdua atau lebih mendengar saran Laras, tak ayal Gendhis akan merajuk dan mendiamkanku seharian. Laras sudah sering menegurku agar tak terlalu memanjakan Gendhis. Tapi susah rasanya untuk meluluskan permintaan Laras.
Kupikir kedekatan kami yang luar biasa akan membuat Gendhis sealu berpihak padaku dalam hal apapun. Tapi nyatanya tidak. Hal ini baru kutahu saat rumah tanggaku diterpa ujian hebat yang membuat aku dan Laras nyaris menyerah dan mengakhiri pernikahan kami saat Gendhis sudah memasuki bangku SMA. Saat kuutarakan niatku pada Gendhis untuk berpisah dengan ibunya, rekasinya diluar dugaanku. Gendhis langsung menangis dihadapanku sejadi-jadinya. Gendhis mengancam jika sampai aku berpisah dengan ibunya maka aku tidak akan bisa menemui dia lagi sampai kapanpun. Seketika luruh egoku. Demi Gendhis dan kakak lelakinya akhirnya kami berdamai kembali utuh.
Kini Gendhis sudah dewasa dan besok pagi akan melaksungkan akad nikah dengan lelaki Sholeh mapan pilihannya setelah melewati ta’aruf. Sebagai orangtuanya kami hanya bisa mendoakan agar kelak bisa mengabdikan hidupnya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan menjadi bidadari surga.