Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di dalam ruangan dingin dan senyap ini aku hanya mampu duduk terdiam di atas dipanku. Aku menatap pintu keluar yang terlihat kokoh itu.
"Bagaimana ini kak ? Sekarang kita terjebak di ruangan ini." Tanyaku kalut sambil menggigit ujung kuku telunjukku.
"Mau bagaimana lagi, ini semua salahmu." Kakak menatapku dengan tatapan sedingin es. Seolah ia bisa membekukan seluruh tubuhku hanya dengan tatapannya. Kakak, tolong aku ... tenggorokanku tercekat.
" Tapi kakak bilang, aku hanya perlu mendorongnya, lalu ia akan tertidur ..." ujarku makin panik.
"Iya, tapi aku juga bilang kau harus segera lari. Mengapa kau diam saja ketika lelaki itu mendekatimu ?" Cecarnya lagi.
"Karena ia hangat." Jawabku pelan sambil berjalan mwndekati cermin di hadapanku.
"Ayolah Alisya, aku selalu menemanimu dalam dingin dan kelamnya hidupmu. Lalu kau membawa kita terjebak di sini hanya karena lelaki itu hangat ? Lalu mengapa aku menghabiskan waktu di sini bersamamu?" Kakak mulai berbalik.
Aku hanya terdiam. Tidak mampu membalas kata-katanya. Semua kejadian itu seolah menjadi rekaman gambar beralur lambat di kepalaku.
"Aku tidak sungguh-sungguh ingin mendorong wanita itu. Ia terlihat sangat mengkhawatirkan aku. Tapi kata kakak ...." aku bergumam pelan sekali. Aku takut kakak mendengarku.
****
Di luar ruangan, dr. Fabio Thomas dan Erik kakak laki-laki Alisya memperhatikan gerak-geriknya melalui cermin dua arah.
" Siapa yang sebenarnya dia panggil kakak ?" Tanya Erik kebingungan.
"Sepertinya kakak ini telah menyelesaikan sebagian besar masalahnya." Jawab dokter itu berusaha menenangkannya.
"Aku benar-benar tak habis pikir dokter. Selama ini dia selalu berkata tentang kakak. Tapi aku mengira itu adalah seniornya atau sahabatnya."
Dokter yang telah lama mempelajari ilmu kejiwaan itu terdiam, cukup lama.
"Apa Alisya sebenarnya memiliki seorang kembaran ?" Ia sendiri terlihat terkejut dengan pertanyaannya.
"Iya dok, seorang perempuan. Di usia empat tahun Alisya tak sengaja mendorongnya mendorongnya dari lantai tiga ... saat itu mereka sedang bermain bersama." Erik menjawab pertanyaan itu dengan tersendat.
Wajah dokter itu pucat pasi.