Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Paket
Tok tok tok...
"Permisi''
Aku membuka pintu. "Ya?''
Seorang laki2 tampan datang membawa sebuah bungkusan, lebih tepatnya kardus.
"Paket mba.'' Sapanya dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya. Aku menatapnya dengan heran, bukan karena ketampanan dan aura menghinotis yang terlalu jelas terpancar dari sorot matanya.
"Ada yang aneh disini.'' Batinku terusik.
"Tapi mas, saya sedang tidak memesan paket apapun, mungkin mas salah kamar.'' Bantahku dengan sopan sambil menunjuk lorong kamar kosan yang panjang dan lengang.
Lagi – lagi dia tersenyum ramah, tanpa memastikan lagi nama dan alamat penerima, ia menyodorkan paksa paket itu kepadaku.
"Mbak Sekar kan?'' Tanya nya singkat seolah tahu pasti itu aku.
Aku mengangguk ragu. Melihatku seolah lengah dan memandang paket itu, laki – laki tampan itu menyeringai senang.
Hatiku berdesir aneh saat melihat deretan giginya yang putih dan cantik.
Ada sepasang taring disana!
Seolah sama – sama tersadar. Dalam sepersekian detik sekelebat bayangan putih melintas di hadapanku dan menembus tubuhku.
Aku terpekik bisu saat melihat 'diriku' berdiri dengan gagah sedang menggenggam sebuah pedang yang terhunus yang berakhir di dada kiri laki – laki itu.
"Sudah kubilang aku sedang tidak memesan paket apapun. Bawa kembali ke pengirimnya.'' Ucapku dengan dingin dan tegas.
"AAAAAAAAKKKKKKKGGGHH!!" Pekik lelaki tampan itu histeris bersamaan dengan asap hitam yang mengepul menutupi seluruh lorong dan hilang tak berbekas.
Tanpa basa basi aku menusuk paket itu dengan sekali tusuk sambil melemparkannya sejauh mungkin.
BOOOOMM!!!
Paket itu meledak.
Namun tak berapa lama kemudian datang bertubi – tubi paket – paket yang lain dengan berbagai bentuk dan tanpa pembungkus lagi.
"Sekarang terimalah kebaikanku yang bertubi - tubi, kau tak akan bisa mengelak lagi hahahahaha.....'' Suara itu menggema memenuhi ruangan.
Aku terdesak dan berlari menuju beranda lalu melompat ke halaman. Dengan latar yang luas kini aku leluasa bergerak untuk menangkis, menghindar ataupun menyerang balik. Tetapi aku kelelahan dan terdesak.
Dia, siapapun itu benar – benar tak memberiku ampun. Entah sejak kapan tanpa kusadari kedua tanganku terlilit akar yang mengeluarkan ribuan duri yang mulai menembus kulitku. Aku terpekik kesakitan dan berusaha memutuskannya dengan pedangku.
Karena fokus dan pertahananku mulai goyah saat itulah sebuah cakar yang sangat besar melebihi besar tubuhku melesat menuju dan mencoba menembus perutku. Namun sekelebat bayangan 'diriku' menarikku menghindar dan sebuah sinar putih menghancurkan sekumpulan makhluk yang mengerikan itu. Semua terlalu cepat seolah dalam satu hentakan nafas.
Dan...
BOOOOOMMMM!!!
Aku tersentak bangun dari tidurku. Terengah – engah dan berkeringat. Aku berusaha menenangkan diri dalam engahku. Ku teguk segelas air putih dengan rakusnya untuk menghilangkan dahaga dan penatku yang tiba – tiba datang menyergap ragaku.
Aku termangu menatap kaget kedua pergelangan tanganku yang memerah dan muncul seperti guratan dalam darah yang melukiskan sebuah tanda.
"Rajah? Sejak kapan?''
"Akhirnya anda terbangun Putri. Setelah sekian lama kami menunggu.''