Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pagi-pagi buta orang-orang sudah beramai-ramai berkumpul. Ada yang mengambil gambar, ada yang menyiapkan jebakan, maupun ada yang sekadar menonton.
"Monyet di pohon sawit," orang-orang berteriak, berjingkrak-jingkrak bagaikan tengah menonton di arena sirkus.
Monyet itu bergelantungan di pelepah sawit yang daunnya mulai kering. Berlari ke sana kemari dari hujaman tatapan orang-orang.
Pohon sawit telah menghampar luas di tanah ini. Puluhan hektare ataupun mencapai ratusan hektare, aku tak tahu tepatnya, karena aku bukan orang yang mempunyai kepentingan untuk mengukur jumlah lahan. Semua sawit ini milik perusahaan, begitu kata orang-orang yang tanahnya berubah menjadi lautan sawit.
Monyet di pohon sawit itu tiba-tiba berhenti melompat-lompat. Tubuhnya membeku, matanya menatap tajam ke arahku, hingga mampu menghujam jantungku.
"Aku tak butuh uang. Aku hanya ingin makan. Sebiji pisang pun sudah cukup untukku," matanya berlinang.
Seketika aku terdiam, menatap bayangku yang menjelma monyet di pohon sawit.