Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Semenjak kepergian Farida untuk selama-lamanya karena kecelakaan, hatiku seakan tertutup untuk wanita lain. Seakan tak ada penggantinya yang membuat hatiku semakin pilu. Namun sebagai penulis aku tetap tegar melihat ke-depan.
Sudah kucoba menjalin hubungan dengan gadis-gadis yang masuk kriteria. Tetapi entah mengapa selalu saja tak kesampaian. Kalau bukan mereka yang mundur, ya...aku yang nggak nyaman. Begitulah yang terjadi.
Disaat hatiku tak bisa berbaur dengan yang lain, disaat itulah kau datang padaku. Degh! Aku terkesiap. Kau gadis yang kulihat di kelas Menthorship bagi penulis pemula yang diselenggarakan Platform Jejaring Sosial.
Kau duduk diantara sederet peserta lain yang mengikuti acara. Kau memakai blous lengan panjang yang nampak kusut dan celana jeans berbahan murahan. Sungguh tak ada yang menarik pada dirimu. Jangankan perhatian, kepikiran pun tidak.
“Rachma...Rachmawati, Kak.” Kau memperkenalkan diri.
“Ada yang bisa dibantu?” tanyaku spontan.
“Aku ingin belajar menulis dengan menjadi asistenmu.”
“Besuk kau bisa mulai belajar dan menempati Paviliun rumahku.”
Aku terkejut dengan keputusanku, gembira atau kecewa? Namun di hari pertamanya sudah kelihatan hasilnya. Ruang kerjaku kini berubah menjadi rapi. Meja tulis, laptop, computer, lemari arsip di-tata sedemikian rupa sehingga nampak efisien.
Dia menyalakan LED computer yang ku sediakan. Sepertinya dia sanggup mengikuti jejak-jejak pikiranku yang ada di folder itu. Memang menjadi kebiasaanku kalau menulis sering kutinggalkan begitu saja.
“Kak, apakah novel “Broken Hearts” ini akan dilanjutkan?”
“Oya. Sampai dimana ceritanya?.”
“Sampai...sang penulis yang ingin menikah.”
“Kalau menurutmu bagaimana?”
“Diterusin aja, bagus kok....”
Rupanya Rachma gadis yang cerdas, pintar, dan ternyata cantik pula. Berhari-hari dia terus memilih dan memilah kata yang tepat. Penggunaan diksi yang bagus, dirangkai menjadi kalimat yang mendayu-dayu, sehingga novel itu pun selesai.
Sebagaimana perasaanku kepada Farida dulu, rasa sayangku pada Rachma tumbuh secara alamiah. Namun kemudian sebulan dari itu Rachma pamit untuk pulang kampung.
Kebetulan ada Platform Jejaring Sosial yang membuka kompetisi novel. Maka novel yang diselesaikan Rachma ku-ikutkan dengan mengatas-namakan dia.
Diluar ekspectasi novel Rachma terpilih menjadi salah satu pemenang. Sementara sampai saat ini aku Lost Contack dengannya. Sehingga aku memutuskan menemuinya ke kampung halamannya. Sekaligus ingin memantapkan niatku untuk mempersunting dia.
Kampung halaman Rachma berada di-tepian laut yang dilingkungi oleh perbukitan. Mataku menangkap sesosok wanita yang sedang menyusuri pantai, mencari sesuatu. Wanita itu terkesiap, sepertinya tidak siap dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Ketika sinar matanya tertumbuk oleh tatapan sinar mataku, segera dia berteriak.
“Kakak...?!”
“Rachma..?!”
“Ada yang bisa dibantu, Kak?”
“Aku mencarimu...kau sedang apa disini?”
“Aku sedang membantu suamiku mencari cacing laut untuk dijual kepasar.”
Pandangannya mengarah agak ketengah laut. Kulihat seseorang asyik mencangkul di antara lumpur-lumpur. Lumpur itu tampak menjijikkan karena telah membuat air laut di sekitar menjadi keruh. Suami Rachma sedang mencari cacing laut. Rupanya Rachma baru saja menikah.
Saat ini mentari bersinar dengan tajam, air laut dalam keadaan surut. Cahayanya yang terang menembus ke dasar laut hingga terlihat jelas untuk dijelajahi. Semakin cantik dengan gradasi pasirnya dari hitam ke putih.
Sebuah pantai yang indah sebenarnya, dengan garis pantai memanjang. Namun apalah artinya semua itu. Rachma tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di-dalam hatiku. Setiap aku jatuh cinta, selalu patah hati.
***