Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Kelinci ini tidak boleh lepas. Harus tetap di sini. Jika lepas, Profesor Sukodi pasti marah." Rabitta mengelus kelinci berbulu cokelat itu.
Aku sendiri tidak terlalu peduli. Mau kelinci itu lepas, mau kelinci itu tetap ada di laboratorium besar ini, apa urusannya? Toh, Profesor Sukodi sebenarnya tidak terlalu membutuhkan kelinci itu. Akulah yang membutuhkannya.
"Kau sudah makan, Rabitta?" tanyaku pada Rabbita.
"Belum. Aku belum lapar."
"Makanlah. Nanti wortel-wortel itu keburu tidak segar lagi."
"Aku bosan makan wortel. Aku mau makan yang lain selain wortel."
Memangnya mau makan apa lagi dia? Mau makan makananku? Memangnya dia suka? Memangnnya dia tega? Dia hanya boleh makan wortel. Telingaku mendengar derap langkah Profesor Sukodi mendekat ke arah laboratorium. Aku bersiap. Menu makan malamku mendekat.
"Kenapa?" Aku bertanya pada Rabitta yang memandangku dengan heran.
"Telingamu ...."
"Kenapa telingaku?"
"Eh, tidak apa-apa."
Ckreeek!
Pintu laboratorium terbuka. Profesor Sukodi masuk dan menatap ke segala arah.
"Kenapa wortelnya masih utuh? Dan kenapa kelinci itu masih hidup? Apa kalian tidak lapar?" tanya Profesor Sukodi.
Aku tidak menggubris perkataan itu, justru malah mengaum sekuatnya. Rabitta menjerit histeris. Dengan cepat tanpa jeda, kuterkam Profesor Sukodi. Tepat di bagian lehernya. Profesor itu terkapar. Darah bersimbah dimana-mana. Untungnya taringku sudah cukup panjang. Cukup untuk merobek lehernya yang sekarang terasa manis dan gurih.
"Apa? Apa yang kau lakukan?" Rabitta bertanya dengan bibir gemetar. Telinga panjangnya tampak kuyu, terkulai lemas.
"Sama sepertimu yang bosan memakan wortel setiap hari, Rabitta. Aku juga bosan hanya makan kelinci. Dan lebih-lebih lagi, aku bosan menjadi kelinci percobaan si Profesor jahat ini."
Aku lalu mengunyah santapanku. Ekorku kukibas-kibaskan. Rabitta menangis. Kelinci setengah jadi satu ini memang cengeng. Berbeda denganku. Walau belang di tubuhku belum sempurna, namun mental buasku sudah sempurna. Sebelum aku akhiri cerita ini, aku ingin bertanya pada kalian.
Apa kalian juga ingin jadi kelinci percobaan seperti aku dan Rabitta? Jika tidak, cepat pergi dari cerita ini. Sekarang!