Pulau Kalimantan pada waktu itu diterpa hujan lebat selama berminggu-minggu, sehingga di mana mana terjadi banjir. Akibat yang paling fatal selain rumah-rumah terendam dan tanah longsor, adalah tidak bisa beroperasinya bis-bis yang menghubungkan ibu kota Provinsi dengan daerah pedalaman. Akhirnya masyarakat terpaksa menggunakan Bandung untuk berpergian antar kota, yang akibatnya penumpang menumpuk naik tambang air.

Bandung yang dimaksudkan di sini bukanlah kota Bandung yang ada di Jawa Barat, tetapi merupakan jenis kapal bermotor diesel atau biasa juga di sebut kapal bermotor utamanya untuk angkutan sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Kapal Bandung ini gunanya selain untuk mengangkut barang hasil bumi dan barang dagangan, juga digunakan untuk mengangkut penumpang.

Pada waktu terjadinya banjir ini salah satu kapal Bandung yang beroperasi adalah Sinar Bulan, sebuah Bandung yang lumayan besar karena bermesin diesel 1.000 HP atau kurang lebih 27.000 CC, meskipun konversi itu tidak terlalu tepat karena tergantung juga dengan bore dan strokenya. Motor Bandung Sinar Bulan ini kapasitas penumpang normalnya adalah sebanyak 300 orang. Normal di sini maksudnya penumpang bisa duduk dan berbaring untuk tidur dalam keadaan tidak kesempitan.

Maklum lah rata-rata waktu perjalanan yang dibutuhkan dari kota Sintang menuju ke kota Pontianak melalui sungai Kapuas adalah selama tiga hari tiga malam baru sampai, sehingga penumpang memang memerlukan tempat untuk duduk dan tidur dengan nyaman.

Pada hari itu, karena penumpang memang menumpuk, maka penumpang yang naik ke Kapal Bandung Sinar Bulan adalah lebih dari 500 orang. Sehingga menjadikan mereka cukup berdesak-desakan, tetapi karena kebetulan yang naik kali ini adalah para mahasiswa yang mau mendaftar ulang sehingga harus segera sampai ke Pontianak maka pemiliknya tetap membawa penumpang itu.

Pada hari kedua perjalanan itu, tiba-tiba seorang penumpang wanita yang sedang hamil besar menderita sakit mau melahirkan. Ibu ini sebenarnya mau melahirkan di Pontianak, tetapi karena tidak bisa melalui jalan darat maka terpaksa dia melalui sungai. Namun karena di sungai kelamaan, maka dia buru-buru mau melahirkan.

Peristiwa mau melahirkan di sungai bukanlah perkara mudah, karena kemana mencari bidannya ataupun dokternya. Oleh sebab itu pihak pemilik motor Bandung melakukan pengumuman, bahwa siapa saja diantara penumpang yang profesinya sebagai dukun beranak atau bidan atau dokter kandungan, maka diminta kerelaannya untuk menolong ibu ini.

Memang karena berkat Tuhan, rupanya diantara para penumpang itu ada seorang dokter kandungan, satu orang bidan dan dua orang perawat. Mereka bersedia menolong kelahiran itu. Sebagai tempat untuk proses bersalinnya, maka digunakanlah kamar tidur juragan motor Bandung itu, karena sama sekali tidak ada ruangan yang tertutup selain disitu.

Ketika sang Ibu secara perlahan berjalan dari arah dekat dapur menuju ke arah haluan untuk melahirkan, maka tanpa dapat dicegah darah mengalir dari kakinya dan rupanya tanpa sengaja terpercik ke barang-barang bawaan mahasiswa. Diantaranya beras kampung yang mereka bawa untuk ransum di Pontianak.

Dasar anak-anak muda, malam harinya beras itu mereka jatuhkan ke dalam sungai karena mereka jijik. Sementara sang ibu berhasil melahirkan anaknya dalam keadaan selamat, baik dirinya maupun anak yang dilahirkannya.

Sebagai penghargaan bagi pengorbanan sang juragan, maka dia diminta memberikan nama anak itu. Karena anak itu perempuan, maka dia memberinya nama “Sinar Bulan.”

***