Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Gila perempuan itu benar-benar gila pikir Badra, sudah sejak pagi tadi perempuan itu mengikuti kemanapun dia pergi.
"Maumu apa?" tanya Badra dengan intonasi yang tinggi.
"Bulan namaku, sebentar lagi aku jadi pacarmu." jawabnya dengan senyum manis penuh rayu.
"Wah sinting," Badra langsung pergi meninggalkan perempuan itu yang dari tadi mengikutinya.
Ini baru hari pertama dia pindah kesekolah ini, dia sudah bertemu perempuan itu, ditambah dia teman sekelas Badra.
Bel jam pulang sekolah telah berbunyi, Badra langsung buru-buru pergi menuju parkiran dimana dia memarkirkan motor nya.
"Astagfirullah." ucap Badra.
Dia melihat perempuan gila itu sudah duduk di jok motornya, ini kali pertamanya dia bertemu jenis perempuan seperti ini.
"Ngapain? Awas itu motorku," ucap Badra kesal.
"Nungguin kamu, jadi kan kita pulang bareng?" tanya perempuan itu.
"Haaaaah," mata Badra langsung terbelalak, kapan dia bilang akan pulang bareng dengan perempuan gila ini.
"Ayo buruan keburu hujan," rengek manja perempuan itu.
Dengan terpaksa Badra menyalakan motornya dan mengantar perempuan itu. Sepanjang jalan perempuan itu melingkarkan tangannya di perut Badra.
"Tolong bisa biasa aja gak tangannya?" ucap Badra.
"Aduh sorry, udah terlanjur nyaman," jawab perempuan itu membut Badra tak bisa berkata apa-apalagi.
Malam semakin larut, Badra melihat jam yang menempel di dinding kamarnya, sudah jam 02.30 tapi matanya enggan terpejam. Bayangan perempuan itu sesekali menghantuinya, tak bisa di pungkiri perempuan itu memang cantik.
Jam istirahat pertama telah tiba, seperti biasa perempuan itu selalu mengikutinya kemanapun dia pergi, tidak ada tempat yang aman di sekolah bagi Badra.
"Ok... apa maumu?" tanya Badra.
"Kamu," jawab perempuan itu singkat.
"Sorry gue gak salah denger?"
"Enggak... Yah aku mau kamu," ucap perempuan itu.
"Mending lo pergi deh, gue muak banget lihat muka lo, pergi jauh-jauh dari hidup gue, jangan pernah ganggu gue lagi!!!" ucap Badra keras.
Perempuan itu hanya tertunduk, menahan tangis, baginya itu adalah penolakan terbesar Badra.
Setelah kajadian itu Badra tidak pernah melihat perempuan itu lagi, hari terus berlalu perempuan itu benar-benar tidak pernah terlihat, bangkunya pun selalu kosong.
Badra mencoba bertanya pada teman sekelasnya, kenapa perempuan itu tidak pernah masuk sekolah.
"Jun, kok perempuan yang duduk di bangku itu gak pernah masuk sekolah ya? " tanya Badra
"Perempuan mana?" Arjun balik bertanya.
"Bulan, yang duduk di bangku itu," tunjuk Badra.
Ajun seperti kaget bukan kepalang ketika mendengar nama Bulan. Pasalnya Bulan sudah lama meninggal, dan itu kejadian kelam di sekolah ini. Dimana seorang murid perempuan mati bunuh diri, dan mayatnya ditemukan bersimbah darah di toilet dengan pisau masih tertanam di pergelangan tangannya.
"Kamu gak tahu Dra?" ucap Ajun.
"Kenapa?" tanya Badra penasaran.
"Bulan sudah meninggal satu tahun lalu, dia bunuh diri, diduga dia korban bullying di sekolah ini."
Sesak mulai memenuhui dadanya, seperti ratusan jarum menusuk jantungnya, air mata sudah tak dapat di bendung, perasaan menyesal mulai menyeruak, mungkin ada hal yang ingin di sampaikan perempuan itu kepada Badra, tapi dia menolaknya mentah-mentah.
Badra ingat dia pernah mengantar perempuan itu pulang ke rumahnya, mungkin disitu Badra bisa menemukan jawaban yang dicarinya. Apa yang sesungguhnya di inginkan Bulan darinya.