Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Namanya memang tidak banyak dikenal, tapi di kampung ini, namanya menjadi sebuah legenda.
Wasim, seorang plekatik (pesuruh) yang jatuh cinta dengan Marni, anak saudagar kaya di kampungnya, Marni terlahir dengan sendok emas, tetapi sepertinya ia adalah gadis baik hati yang penuh kasih, hingga ia merasa miris melihat kampungnya mengalami kelaparan.
Namun ia tak bisa berbuat banyak, karena ayahnya saudagar kaya yang mendapat bantuan dari bangsa Nippon yang memonopoli beras.
Wasim, plekatik di rumah Marni, ia adalah pemuda gagah berani anak dari keluarga petani miskin, ia dikenal pemberani karena ia pernah menantang kependudukan Nippon di kampungnya, namun perlawanan berhenti karena Ibu Wasim disandera Nippon, dan akhirnya ia memutuskan untuk bekerja di rumah Marni.
Awalnya, Wasim hanya mengagumi Marni karena sifatnya, tetapi kagum itu mekar menjadi bunga cinta di hatinya, hingga akhirnya, Wasim dengan berani menyatakan cinta pada Marni. Wasim berpikir ia akan ditolak mentah-mentah karena kastanya, tapi mengingat sifat Marni, mungkin ia ada kesempatan untuk mendapatkan hati Marni.
Dan benar saja, ketika Wasim mengungkapkan isi hatinya, Marni tidak mengabaikannya, tetapi Marni memberi syarat pada Wasim.
“aku sungguh tidak ingin menjalin asmara dan merasa bahagia, sementara warga kampung ini sengsara, maka akan kuterima cintamu jika kamu bisa mengentaskan kelaparan di kampung ini” syarat Marni pada Wasim.
Syarat Marni menyentuh hati Wasim, ia menyanggupi persyaratan itu dan segera mengambil langkah untuk mewujudkan tujuannya. Wasim lalu pulang ke rumah meminta restu dan doa pada Ibunya, Ibu Wasim sempat melarang, namun keras kepala menutupi hatinya dan pergi begitu saja. Satu kesalahan Wasim, ia seolah membuang Ibunya untuk mengejar cinta.
Untuk mengentaskan kelaparan di kampungnya, pikiran Wasim hanya tertuju pada satu rancana.
“Aku harus mengeluarkan semua padi yang ada di lumbung milik Nippon” pikir Wasim.
Wasim melakukan pengamatan pada lumbung padi tersebut.
“lumbung dijaga oleh sepuluh orang Nippon, dan setiap 5 jam akan ada pergantian penjaga lima penjaga, penjaga akan datang dari markas pusat yang berjarak 15 menit dari lumbung, aku punya waktu 15 menit untuk mengangkut beras keluar” pengamatan Wasim.
Wasim membuat terowongan bawah tanah menuju lumbung, tak lupa ia juga membawa karung-karung. Setelah siap, ia segera melancarkan aksinya di malam hari,mengambil padi lalu membagikannya pada warga, dan di pagi harinya ia akan bekerja di rumah marni. Rutinitas itu ia lakukan selama 2minggu, yang merupakan waktu pemeriksaan intensif lumbung.
Di rumah Marni, setelah Nippon melakukan pemeriksaan pada lumbung, mereka mendatangi ayah marni, dan mengancam akan menyita semua kekayaannya untuk menutupi kerugian Nippon. Marni yang mendengar itu langsung ketakutan akan bayang kemiskinan, dan ia yakin sekali jika Wasim adalah pelakunya,ia langsung membodohi dirinya sendiri.
Malam itu, sembunyi-sembunyi Wasim mengunjungi kamar marni.
“Wasim! Apa yang kau lakukan!” kaget Marni.
“aku kesini menagih janjimu, aku telah menuntaskan kelaparan berkat padi dari lumbung Nippon” kata Wasim.
“Hahaha ternyata benar dugaanku” Marni tertawa dan kemudian menepukan tangannya, segera setelah itu, datanglah satu pasukan Nippon mengepung kamar Marni, lalu mereka menangkap Wasim yang penuh kemarahan.
Wasim telah mengabaikan ibu yang merupakan keluarga satu-satunya, dan mati ditangan wanita yang dicintainya, namun warga kampung terus mengingat jasa Wasim sebagai Malingguna (maling yang berguna)
Gemes ama marni.