Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dua perempuan yang saling mengenal sejak tinggal di asrama yang sama. Metta berasal dari keluarga sederhana, ayahnya bekerja sebagai tukang ojek, ibunya sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Kini Metta harus merantau ke Bandung.
Metta dipertemukan dengan Jeanice, anak gaul Jakarta yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang selebgram.
Kehidupan pribadi Jeanice jarang diketahui banyak orang. Saat tinggal bersama, Metta merasa bisa berteman baik dengan Jeanice.
Di suatu sore yang mendung, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Ia adalah Duma, sahabat Metta di fakultas. Saat itu hanya ada Metta. Wajah Duma terlihat gugup, "ada yang mau gue omongin," ujarnya masih berusaha menenangkan diri. "Apa?" tanya Metta.
"Jeanice lesbian." Mata Metta terbelalak. Wajahnya memucat.
"Tahu dari mana?" Metta mencoba tenang.
"Dari beberapa anak yang pernah deketin dia"
Metta menjadi panik, perasaannya campur aduk. "Gue harus pindah kamar!"
Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka, sosok cantik berambut kemerahan datang —Jeanice. Metta berusaha tetap tenang, sedangkan Duma melirik gugup.
"Hi," sapa Jeanice. Metta tersenyum paksa. "H-hi j-ju-ga ...."
"Kok gugup? Cerita dong ...." Keringat Metta semakin bercucuran. Duma pergi meninggalkannya bersama Jeanice. "Gue balik dulu ya."
Jeanice duduk di sebelah Metta. Metta pun membeku karena wajah Jeanice mendekat, "ayo cerita ...."
Metta langsung mendorong Jeanice agar menjauh. Ia marah, "lo lesbian kan?"
Jeanice kaget mendengar perkataan itu. Ia terdiam membisu.
Metta beranjak meninggalkan kamarnya. Ia keluar mencari seseorang yang bisa ia ajak bertukar kamar, tapi tidak ada satu orang pun yang mau. Jeanice dari dalam kamarnya hanya bisa mengintip apa yang Metta lakukan.
Metta kembali dengan wajah kesal. "Lo benci sama gue, Ta?" tanya Jeanice sambil mengusap air mata di pipinya.
"Gue benci lesbian." Perkataan itu sudah cukup menjelaskan bahwa Metta jelas membenci Jeanice.
***
Keesokan harinya, beberapa orang menatap Jeanice sinis, tak sedikit orang membicarakan orientasi seksualnya yang terbongkar.
Jeanice menghampiri Metta dan menamparnya tiba-tiba. "Maksud lo apa nampar gue?"
"Lo kan yang nyebarin ke orang-orang tentang gue?" Metta terheran, ia sama sekali tidak pernah menyebarkannya.
"Gue nggak pernah nyebarin soal ini ke siapapun," ucap Metta. Duma tiba-tiba melontarkan kata-kata sinisnya, "lesbian kayak lo nggak pantes ada di kampus ini."
Metta melihat Duma. "Lo gila ya? Jangan-jangan lo yang nyebarin?"
"Kalau iya, kenapa?" katanya lagi.
"Gue males temenan sama orang jahat kayak lo." Metta pergi meninggalkannya.
***
"Sorry, udah nampar lo tadi," ucap Jeanice.
"Hmm," balasnya "Gue nggak nyangka Duma sejahat itu. Maafin gue, kemarin sempet buat lo sakit hati."
Jeanice mengangguk. "Kenapa sih lo sebenci itu sama lesbian?"
"Gue cuma takut jatuh cinta sama perempuan. Dari kecil gue belum pernah pacaran. Dan gue sendiri selama deket dengan laki-laki, nggak pernah ngerasain adanya cinta."
"Maksudnya?"
"Selama ini gue nggak tahu gue suka perempuan atau laki-laki."
"Sejauh ini, apa yang lo rasain waktu ada di deket gue?" tanya Jeanice memastikan.
"Gue nggak tahu, kadang jantung gue berdetak lebih cepat waktu sama lo."
"Jujur gue sempet suka sama lo, tapi gue diem karena takut lo bakal jijik sama gue."
Metta tersenyum lalu memeluk Jeanice, "terima kasih udah mau jujur."
"Hal ini biar jadi rahasia kita," lanjut Jeanice.
***